Konsep
Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Efusi pleura adalah penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price & Wilson
2005).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2.
Anatomi
Fisiologi
Pleura adalah membrane tispis yang membungkus paru.
Lapisan terluar membrane paru menempel pada dinding rongga toraks. Lapisan
dalam pleura menempel ke paru. Pada saat ekspansi rongga toraks terjadi selama
inspirasi, lapisan terluar mengembang; daya ini disalurkan ke pleura lapisan
dalam, yang akan mengembangkan paru.......
Di anrata lapisan dalam dan luar terdapat ruang/rongga pleura. Ruang ini terisi beberapa milliliter cairan yang mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki tekanan negative dan melawan gaya kolaps elastic paru. Mekanisme ini membantu paru tetap dapat mengembang (Cowrin, 2009).
Di anrata lapisan dalam dan luar terdapat ruang/rongga pleura. Ruang ini terisi beberapa milliliter cairan yang mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki tekanan negative dan melawan gaya kolaps elastic paru. Mekanisme ini membantu paru tetap dapat mengembang (Cowrin, 2009).
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat 10-20 cc cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap
saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar melalui pembulu limfatik dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan
superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya
keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorpsi
oleh pleura viceralis. Oleh karena itu rongga pleura disebut sebagai ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan
ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997).
3.
Etiologi
Berdasarkan
jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1) Transudat
dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat
disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit
kolagen.
3) Effusi
hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viceralis.
Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis (Arif Muttaqin,
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan).
4.
Patofisiologi
Dalam
keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan
tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti
A, 1995, 145).
Effusi
pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase
limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler
paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi
cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan
osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan
(4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
1997, 623-624).
Penyimpangan
KDM
5.
Manifestasi
Klinik
ü Batuk
ü Dispnea bervariasi
ü
Adanya keluhan nyeri dada (nyeri
pleuritik)
ü
Pada efusi yang berat terjadi
penonjolan ruang interkosta.
ü
Pergerakan dada berkurang dan terhambat
pada bagian yang mengalami efusi.
ü Perkusi meredup
diatas efusi pleura..
ü
Suara nafas berkurang diatas efusi
pleura.
ü
Fremitus fokal dan raba berkurang.
6.
Pemeriksaan Penunjang
ü Rontgen Toraks
Dalam foto
thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
ü CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi
ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi
pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan
yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
ü Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi
cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum
untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
7.
Penatalaksaan
ü Irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik (Betadine).
ü Pleurodesis, untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
ü Torasentesis: untuk membuang cairan,
mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
ü Drainase cairan (Water Seal
Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll.
Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran
cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
ü Antibiotika jika terdapat empiema
ü Operatif
8.
Komlikasi
ü Fibrotoraks
Pleural effusion
yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
ü Atalektasis
Atalektasis adalah
pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat
efusi pleura.
ü Fibrosis
paru
Fibrosis paru
merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
ü Kolaps
Paru
Pada efusi pleura,
atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
Proses
Keperawatan
1.
Pengkajian
Ø Identitas
pasien
Pada tahap ini perawat
perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
Ø Keluhan
utama
Keluhan utama merupakan
faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah
sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
Ø Riwayat
penyakit sekarang
Pasien dengan effusi
pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
Ø Riwayat
penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien
apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
Ø Riwayat
penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
Ø Observasi
TTV
Ø Pengkajian Pola-Pola Fungsi
Kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan
dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3)
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien
yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4)
Pola aktivitas dan latihan
Karena
adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat aktivitas.
Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5)
Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan
nyeri. Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena
suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6)
Pola hubungan dan peran
Karena
sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak
dan suaminya.
7)
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah.
Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
8)
Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami
perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.
9)
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
10)
Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui
proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
11)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena
proses penyakit.
Ø Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi :
§ Tingkat kesadaran pasien, ekspresi
wajah, perilaku, mood untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan keteganagan pasien.
§ Pergerakan dinding dada tertinggal
pada dada yang sakit
§ Inspeksi
adanya sianosis
§ Kedalaman
pernapasan, RR, Penggunaan otot aksesoris pernapasan dan ekspansi dada.
o
Palpasi:
§ Pergerakan dinding dada tertinggal
pada dada yang sakit
§ Vocal fremitus menurun di dada yang
sakit
§ Palpasi suhu tubuh. Jika dingin
berarti berarti terjadi kegagalan transport oksigen.
o
Perkusi:
§ Suara perkusi redup sampai pekak
tergantung jumlah cairanya.
o
Auskultasi:
§ Suara napas menurun sampai
menghilang pada dada yang sakit
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b.d
penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan akibat sesak napas.
3. Intoleran aktivitas b.d ketidak
seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
4. Resiko infeksi b.d adanya luka
pemasangan WSD.
5. Ansietas b.d adanya ancaman kematian
yang dibayangkan karena sulit bernapas.
3.
Perencanaan
Ø Dx1:
Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan: pasien mampu mempertahankan fungsi
paru secara normal
Criteria
hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam
batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi:
1) Kaji kedalaman pernapasan. Rasional:
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
2) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru.
3) Berikan klien posisi semi fowler. Rasional:
memaksimalkan ekspansi paru.
4)
Peiksa/awasi WSD, bila terpasang.
Rasional: menghindari kegagalan mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
5)
Ajarkan teknik relaksasi. Rasional: untuk
memperbaiki pola napas
6)
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2
dan obat-obatan serta foto thorax. Rasional : Pemberian oksigen dapat
menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.
Ø Dx2: Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan akibat sesak napas.
Tujuan:
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria Hasil:
berat badan, hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi:
1.
Catat
status nutrisi pasien. Rasional: mengetahui derajat masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2.
Berikan
makanan sedikit tapi sering. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan.
3.
Anjurkan
keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien kecuali
kontra indikasi. Rasional: membantu memenuhi kebutuhan personal.
4. Beri
motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi
oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh.
5.
Kolaborasi
dengan ahli gizi. Rasional: pemberian nutrisi dapat dihitung dengan tepat.
Ø Dx3:
Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan: pasien mampu melakukan aktifitas
seoptimal mungkin
Criteria Hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat.
Intervensi:
1)
Kaji respon Individu terhadap aktivitas .
Rasional: agar dapat dinilai tingkat intoleran aktifitas
2)
Meningkatkan Aktivitas Secara bertahap.
Rasional: agar tidak terjadi kelelahan.
3)
Ajarkan Klien metode penghematan energi untuk
aktivitas. Rasional: Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak
terjadi keleahan.
4)
Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi, jika
perlu. Rasional: untuk melatih ketahanan
Ø Dx4: Resiko infeksi b.d tindakan invasif
pemasangan WSD.
Tujuan:tidak
terjadi infeksi
Criteria
Hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, TTV normal ,
kadar leukosit 5000-10000 /mm3
Intervensi:
1)
Identifikasi tanda-tanda terjadi infeksi.
Rasional: Infeksi yang diketahui secara
dini mudah diatasi sehingga tidak terjadi perluasan infeksi.
2)
Anjurkan klien
dan keluarga ikut menjaga kebrsihan sekitar luka dan pemasangan alat, serta
kebersihan lingkungan serta tehnik mencuci tangan sebelum tindakan. Rasional: perilaku
yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3)
Lakukan
perawatan luka pada pemasangan WSD. Rasional: luka yang terawatt dan bersih
dapat mencegah terjadinya infeksi.
4)
Berikan terapi antibiotic bila diperlukan.
Rasional: antibiotic digunakan untuk pencegahan infeksi.
Ø Dx5: Ansietas b.d adanya ancaman kematian
yang dibayangkan karena sulit bernapas.
Tujuan: pasien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak lagi cemas.
Criteria
Hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai.
Intervensi:
1)
kaji tingkat kecemasan. Rasional:
mengetahui koping individu.
2)
Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien.
Biasanya dengan semi fowler kemudian jelaskan mengenai penyakit dan
diagnosanya. Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga
dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
3)
Ajarkan
teknik relaksasi. Rasional: membuat pasien tenagn, mengurangi ketegangan otot
dan kecemasan.
4)
Berikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan. Rasional: membina hubungan saling percaya.
5)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat untuk menurunkan ansietas, bila perlu. Rasional: membantu menenangkan
klien.
4.
Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan
rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien.
Pada tahap implementasi ini
merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat
untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).
5.
Evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan,
pasien :
1)
Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2)
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3)
Mampu
melakukan aktifitas seoptimal mungkin
4)
Tidak
terjadi infeksi
5)
mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak lagi cemas.
Daftar Pustaka
Price,
S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.
Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI.Jakarta : EGC
Guyton,
A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of
Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier
Saunders.
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Arif
Muttaqin,
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan
Sistem Pernapasan
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru,
Airlangga University Press, Surabaya ;
1995
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
No comments:
Post a Comment