Monday 12 June 2017

Asuhan Keperawatan TB Paru



 KONSEP DASAR MEDIS

A.           Pengertian
          Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit, tetapi hanya strai bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Brunner & Suddart, 2014).

B.           Epidemologi / Insiden Kasus
          Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), sepertiga dari populasi diperkirakan terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun 2009, ada 9,4 juta kasus baru dengan 1,7 juta kematian secara global. Sebagian besar kematian terdapat pada negara berkembang yang memiliki keterbatasan sumber daya (Belay dkk, 2011).
          Di perkirakan angka kematian akibat TB Paru adalah 8.000 setiap hari dan 2,3 juta setiap bulan. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB Paru terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang. Tiga negara dinyatakan sebagai negara dengan“disease burden” tertinggi, yaitu Cina, India dan salah satunya adalah Indonesia (Sjahrurachman, 2010)...........

 
          WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB paru setiap tahun dan diperkirakan 5000 orang setiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB paru baru dari 25% kasus kematian dan kesakitan. Masyarakat yang menderita TB paru adalah orang-orang pada usia produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun. Di Indonesia terdapat 583.000 kasus TB paru, dengan kematian 140.000 dan13/100.000 penduduk merupakan penderita baru. Prevalensi TB paru pada tahun 2002 mencapai 555.000kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya merupakan kasusbaru atau kasus baru meningkat104/100.000 penduduk (Depkes RI, 2008).
          Prevalensi TB paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi dipedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkanpendidikan tinggi. Di Sulawesi utara, penderita TB paru pada tahun 2009 yaitu ± 423 dan meningkat pada tahun 2010 yaitu ± 466 penderita.Case Detection RateTB paru di Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB paru di Sulawesi Utara dan angka ini menunjukkan kasus paling  tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia (Dinkes, 2011).

C.          Etiologi & Klasifikasi
          Penyebab utama dari TB paru adalah mycobacterium tuberculosis. Faktor resiko yang penyebab TB paru menurut Brunner & Suddart, 2014 adalah :
1.             Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
2.             Status gangguan imun(mis. Lansia, kanker, terapi kortikosteroid dan HIV).
3.             Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
4.             Masyarakat yang kurang mendapat layanan kesehatan yang memadai (mis. Gelandangan atau penduduk miskin, kalangan minoritas, anak-anak,dan dewasa muda).
5.             Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis dan malnutrisi.
6.             Imigran dari negara dengan insidensi TB yang tinggi (mis. Haiti, Asia Tenggara).
7.             Institusionalisasi (mis. Fasilitas perawatan jangka panjang, penjara).
8.             Tinggal di lingkungan padat penduduk dan dibawah standar.
9.             Pekerjaan (mis. Tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang berisiko tinggi).
         Klasifikasi TB paru :
1.             Pembagian secara patologis :
a.             Tuberkulosis primer (Child hood tuberculosis)
b.             Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
2.             Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB paru dibagi menjadi 2 yaitu :
a.             Tuberculosis Patu BTA positif
b.             Tuberculosis Patu BTA negative
3.             Pembagian secara aktivitas radiologis
a.             Tuberculosis Paru (Koch pulmonal) aktif
b.             Tuberculosis non aktif
c.             Tuberculosis quiescent (batuk aktif yang mulai sembuh)
4.             Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a.             Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapasitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b.             Moderateli advanced tuberculosis, yaitu adanya kapasitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu paru.
c.             For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrate dan kapasitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

D.          Manifestasi Klinik
         Manifestasi klinik menurut Brunner & Suddarth, 2014 yaitu :
1.             Demam derajat rendah, batuk, berkeringat malam, keletihan dan penurunan berat badan.
2.             Batuk nonproduktif, yang dapat berlanjut menjadi sputum mukopurulen dengan hemoptysis.

E.           Patofisiologi
          Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofagyang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (Brunner & Suddarth, 2002).
          Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung mycobacterium tuberculosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terinfeksijika droplet tersebut terhirupke dalam saluran pernafasan. Setelah mycobacterium tuberculosis masuk kedalam saluran pernafasan selanjutnya masuk ke alveoli, tempat dimana bakteri tersebut berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sitem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru lainnya (lobus atas) (Brunner & Suddarth, 2002).
          Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrophil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basildan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan baru yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang mmembentuk dinding protektif. Granulomas diubah massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik dan membentuk massa seperti keju. Masaa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif (Brunner & Suddarth, 2002).
          Setelah pemajanan dari infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respons system imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahanseperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilium paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitasyang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner & Suddarth, 2002).

F.           Pemeriksaan Penunjang
          Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan TB Paru, yaitu (Muttaqin, 2008) :
1.             Uji Tuberkulin (uji Matoux), dengan menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Hasil positif jika daerah indurasi dengan diameter 10-15 mm atau lebih pada daerah penyuntikkan tuberculin, dengan maksimum waktu 48-72 jam sesudah penyuntikan.
2.             Foto rontgen thoraks
3.             CT-scan
4.             Pemeriksaan laboratorium (sputum klien, urine, cairan kumbah lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, jaringan tubuh, feses dan swab tenggorok).

G.          Penatalaksanaan Medis
          Penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding) (Zain 2001 dalam Muttaqin 2008).
1.             Pencegahan Tuberkulosis Paru
a)             Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis.
b)            Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu.
c)             Vaksinasi BCG
d)            Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkanatau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e)             Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosisi pada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI).
2.             Pengobatan Tuberkulosis Paru
         Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAR, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
3.             Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulin (OAT)
a)             Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
b)            Aktivitas sterilisasi, terhadapthe persisiters (bakteri semidormant)
c)             Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

H.          Prognosis/Komplikasi
          Menurut Suriadi (2006) komplikasi dari TB Paru antara lain :
1.       Meningitisas
2.       Spondilitis
3.       Pleuritis
4.       Bronkopneumoni
5.       Atelektasi



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
         Pengkajian keperawatan berdasarkan Muttaqin, 2008 :
         1.       Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
                   a.       Keluhan respiratoris, meliputi:
1)             Batuk
2)             Batuk darah
3)             Sesak nafas
4)             Nyeri dada
                   b.      Keluhan sistemis
1)             Demam
2)             Keluhan sistemis lain seperti, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise.
      2.          Riwayat Penyakit Saat Ini
         Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula-mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk akan timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus, dimana terjadi iritasi bronchus selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoidatau purulent.
         Tanyakan selama keluhan batuk muncul apakah ada keluhan lain seperti demam, keringat malam. Atau menggigil yang mirip demaminluensakarena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal TB paru. Tanyakan batuk disertai sputum yang kental atau tidak, serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan secret yang menempel pada jalan nafas.
      3.          Riwayat Penyakit Dahulu
         Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus
      4.          Riwayat Pengkajian Keluarga
         Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
         5.       Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
         Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk memutuskan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
         Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien. Hal ini penting, mengingat  TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena popolasi bakteri Tb paru lebih mudah hidup di tempat kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang.
         TB paru merupakan penyakit yang pada umunya menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan mengonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena ketidaksanggupan membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individunya diharuskan bekerja secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya.

         6.       Pemeriksaan Fisik
                   a.      Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
          Keadaan umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, spoor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi da fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
          Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama denga peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
                   b.      B1 (Breathing)
                            Inspeksi
          Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi diameter antero-posterior banding proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulitdari TB paru seperti adanya efusi pleura yang massif maka terlihat adanya ketidaksemetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru disertai atelectasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris dimana didapatkan penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
          Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan secret dan sekresi sputum yang purulent.
                            Palpasi
          Palpasi trachea. Adanya pergeseran trachea menunjukan-meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea kea rah berlawanan dari sisi sakit.
          Gerakan dinding thoraks anteriot/ekskrusi pernafasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
          Gerakan suara (fremitus vocal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Ka[asitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klen TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleuramasif.
                            Perkusi
          Pada klien TB paru tanpa komlikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hipersonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
                            Auskultasi
          Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Klien dengan TB paru disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
                   c.       B2 (Blood)
                            Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi yang sehat.
Auskultasi   : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
                   d.      B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis.
                   e.       B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksrkesi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
                   f.       B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual muntah, penurunen nafsu makan dan penurunan berat badan.
                   g.      B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.

B.      Analisa Data
DATA
ANALISA DATA
MASALAH
DS:
Pasien mengatakan batuk.
DO:
-          Terdapat akumulasi secret di jalan nafas
-          Bunyi nafas tambahan (ronkhi)
Mycobacterium Tuberculosis
¯
Inhalasi droplet
¯
Bakteri mencapai Alviolus
Terjadi reaksi Antigen-antibody
¯
Muncul reaksi Radang
Terjadi pengeluaran secret/ mucu
¯
Akumulasi secret dijalan nafas
¯
Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas
Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas
DS:
-          Pasien mengatakan sesak nafas
-          Pasien mengatakan cepat lelah
-          Pasien mengatakan sulit tidur pada malam hari
DO:
-          Frekuensi nafas cepat (>24x/menit)
-          Nadi cepat (>100x/menit)
-          Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Pasien tampak lemah
Menghalangi proses difusi Oksigenasi
¯
Kompensasi tubuh meningkatkan gerakan
Pernafasan
¯
sesak
¯
Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
¯
Merasa lemah
¯
Intoleran Aktivitas

Intoleran Aktivitas

DS:
-           Pasien mengatakan menggigil dan berkeringat dingin
DO:
-           Suhu tubuh pasien >37°C
Mycobacterium Tuberculosis
¯
Inhalasi droplet
¯
Bakteri mencapai Alviolus
¯
Basil berdistribusi
( Bakterimia)
¯
Meransang interleukin -1
Zat  endogen Pyrogen
¯
Prostaglandin
¯
Berdistribusi ke hipotalamus
Menggeser set point anterior dari
Titik normal
¯
Respon menggigil
¯
Peningkatan suhu tubuh
¯
Inefektif termoregulator
¯
Terjadi peningkatan metabolisme Tubuh
¯
Hipertermi

Hipertermi
DS:
-               Pasien mengatakan kehilangan nafsu makan
DO:
-          Terjadi penurunan berat badan
-          Turgor kulit buruk
Terjadi peningkatan metabolisme Tubuh
¯
Terjadi pemecahan cadangan makanan
¯
Cadangan makanan di jaringan berkurang
¯
Kebutuhan nutrisi sel meningkat
¯
Penurunan berat badan
¯
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

DS:
-           Pasien mengatakan aktivitasnya mulai terganggu
DO:
-           Pasien tampak cemas
Perjalanan penyakit TB
¯
Muncul respon tubuh berupa
gejala-gejala fisik yang  mengganggu aktivitas
¯
Perubahan status kesehatan
¯
Ansietas

Ansietas


C.      Diagnosa Keperawatan
          Diagnosa keperawatan berdasarkan Herdman, 2013 :
§    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.
§    Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
§    Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
§    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
§    Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan


D.        Rencana Tindakan Keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan, ditandai dengan :
DS ( Data Subjektif):
-     Pasien mengatakan batuk
DO (Data Objectif):
-        Terdapat akumulasi secret di jalan nafas
-        Bunyi nafas tambahan (ronkhi)

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas,
dengan kriteria hasil :
1)      Mendemonstrasikan batuk efektif ( tarik nafas, tahan sampai hitungan ke 3, batukkan dengan kuat 2 atau 3 kali secara berturut-turut tanpa menghirup nafas kembali selama melakukan batuk dan keluarkan dahak atau sputum)
2)      Suara nafas bersih (tidak ada suara nafas tambahan seperti ronkhi)
3)      tidak ada dispnea (mampu mengeluarkan sputum dan bernafas dengan mudah)
1)      Ajarkan metode batuk efektif dan terkontrol
2)       Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada komplikasi

3)      Lakukan pengisapan lender (suction)


4)      Anjurkan pasien untuk meningkatkan hidrasi
5)      Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
1)      Batuk tidak terkontrol akan melelahkan klien
2)      Membantu mengeluarkan secret dari area paru bagian bawah
3)      Membantu mengeluarkan secret darijalan nafas bagian atas
4)      Mengencerkan mucus saluran nafas
5)      Antibiotik menekan dan menghentikan perkembangan bakteri di paru.
2
Intoleran aktivitas ber-hubungan dengan ketidak-seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, ditandai dengan :
DS ( Data Subjektif):
-     Pasien mengatakan sesak nafas
-     Pasien mengatakan cepat lelah
-     Pasien mengatakan sulit tidur pada malam hari
DO (Data Objectif):
-        Frekuensi nafas cepat (>24x/menit)
-        Nadi cepat (>100x/menit)
-        Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-        Pasien tampak lemah
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat bertoleransi terhadap aktivitas, dengan kriteria hasil :
1)      Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, dengan kisaran nilai normal :
-  Tekanan darah :120/80 mmhg
-  Nadi : 60-100x/menit
-  Pernafasan : 18-24 x/menit
2)      Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri, seperti makan, minum, toileting, mandi, bangun dari tempat tidur, berpindah tempat (interpretasi :100 independen/mandiri)
3)      Keseimbangan aktivitas dan istirahat
1)      Kaji TTV (nadi, pernafasan, tekanan darah)


2)      Buat jadwal aktivitas harian, tingkatkan secara bertahap





3)      Beri waktu istirahat yang cukup

4)      Ajarkan teknik nafas efektif



5)      Ajarkan program hemat energy
6)      Kolaborasi pemberian terapi oksigen
1)      Nadi, pernafasan dan tekanan darah yang meningkat menunjukan respon abnormal tubuh
2)      Mempertahankan pernafasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan kemempuan otot bantu pernafasan
3)      Meningkatkan daya tahan pasien dan mencegah kelelahan
4)      Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energy
5)      Mencegah penggunann energy berlebih
6)      Mempertahankan, memeperbaiki danmeningkatkan konsentrasi oksigen darah
3
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, ditandai dengan:
DS ( Data Subjektif):
-     Pasien mengatakan menggigil dan berkeringat dingin
DO (Data Objectif):
-        Suhu tubuh pasien >37°C
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal, dengan kriteria hasil:
-            Suhu tubuh dalam batas normal (36,5°C– 37°C)

1)      Pantau suhu tubuh


2)      Anjurkan untuk mempertahanan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
3)      Berikan kompres hangat







4)      Anjurkan pasin untuk memakai pakaian yang menyerap keringat



5)      Kolaborasi pemberian antipiretik

1)      Sebagai indikator untk mengetahui status hipertermi
2)      Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
3)      Menghambat pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4)      Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mngurangi kenyamanan pasien
5)      Mengurangi panas dengan farmakologis
4
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient, ditandai dengan :
DS ( Data Subjektif):
-     Pasien mengatakan kehilangan nafsu makan
DO (Data Objectif):
-        terjadi penurunan berat badan
-        turgor kulit buruk (>2 detik)
Setelah dilakukan tindakan
Keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang teratasi, dengan kriteria hasil :
1)      nafsu makan pasien meningkat
2)      berat badan sesuai IMT normal (18,5-25)
3)      turgor kulit kembali normal (< 2 detik)

1)      Kaji status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan dan pilihan intervensi yang tepat
2)      Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.



3)      Berikan perawatan rnulut





4)      Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
5)      Kolaborasi, rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

1)      Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah



2)      Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet
3)      Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
4)      Masukan nutrisi yang dapat menurunkan iritasi gaster.
5)      Bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
5
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, ditandai dengan :
DS ( Data Subjektif):
-     Pasien mengatakan aktivitasnya mulai terganggu
DO (Data Objectif):
-     pasien tampak cemas dengan skala kecemasan (skala HARS) 6-14.
Setelah dilakukan asuhan
selama 2 jam kecemasan pasien dapat teratasi, dengan
kriteria hasil:
-        Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
-        Vital sign dalam batas normal (Tekanan darah :120/80 mmhg, Nadi : 60-100x/menit, Pernafasan : 18-24 x/menit)
-        Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan (skala <6).
1)      Jelaskan tujuan dan regimen terapi pada pasien



2)      Ajarkan pasien melakukan latihan nafas dalam (teknik relaksasi)
3)      Jelaskan bahayanya infeksi dan cara menurunkan resiko



4)      Anjurkan pasien untuk melaporkan gejala penting dengan segera
1)      Mengorientasikan program terapi, membantu menyadarkan pasien untuk memperoleh control
2)      Terapi nonfarmakologi


3)      Mencegah infeksi baik primer dan sekunder yang mungkin diakibatkan oleh gangguan nafas

4)      Mencegah komplikasi yang tidak terpantau atau gejala yang dianggap normal oleh pasien

(Sumber : Brunner & Suddarth, 2002., Herdman, 2013., Wilkison dan Nancy, 2012., Muttaqin, 2008., Tamsuri, 2008)


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1.   Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Jakarta : Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2011. Profil kesehatan Sulawesi Utara, Manado
Herdman T. Heater. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sjahrurachman A. 2010. “Diagnosis Multi Drug Resistan Mycrobacterium Tuberculosis”.http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/jurnaltuberkulosis-indonesia-vol7-okt2010.pdf (diakses 24 September 2015)
Tamsuri Anas. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta: EGC.
Wilkison Judith M. dan Nancy R. Ahern .2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Belay M, Bjune G, Ameni G, Abebe M. 2011. Serodiagnostic Performance of Resat-6-CFP-10 in the Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis in Ethiopia..http://dx.doi.org/10.4172/2 16 1068.1000103.pdf (diakses 24 September 2015)







No comments:

Post a Comment