KONSEP DASAR MEDIS
A.
Pengertian
Tuberculosis
(TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru,
biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit, tetapi hanya strai bovin dan human yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm,
ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Brunner & Suddart, 2014).
B.
Epidemologi / Insiden
Kasus
Menurut
organisasi kesehatan dunia (WHO), sepertiga dari populasi diperkirakan
terinfeksi dengan Mycobacterium
Tuberculosis. Pada tahun 2009, ada 9,4 juta kasus baru dengan 1,7 juta
kematian secara global. Sebagian besar kematian terdapat pada negara berkembang
yang memiliki keterbatasan sumber daya (Belay dkk, 2011).
Di
perkirakan angka kematian akibat TB Paru adalah 8.000 setiap hari dan 2,3 juta
setiap bulan. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB Paru terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang. Tiga negara
dinyatakan sebagai negara dengan“disease burden” tertinggi, yaitu Cina,
India dan salah satunya adalah Indonesia (Sjahrurachman, 2010)...........
WHO
melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB paru setiap tahun dan diperkirakan
5000 orang setiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB paru baru dari
25% kasus kematian dan kesakitan. Masyarakat yang menderita TB paru adalah
orang-orang pada usia produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun. Di Indonesia
terdapat 583.000 kasus TB paru, dengan kematian 140.000 dan13/100.000 penduduk
merupakan penderita baru. Prevalensi TB paru pada tahun 2002 mencapai
555.000kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya merupakan
kasusbaru atau kasus baru meningkat104/100.000 penduduk (Depkes RI, 2008).
Prevalensi
TB paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih
tinggi dipedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada
pendidikan rendah dibandingkanpendidikan tinggi. Di Sulawesi utara, penderita
TB paru pada tahun 2009 yaitu ± 423 dan meningkat pada tahun 2010 yaitu ± 466 penderita.Case
Detection RateTB paru di Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus
TB paru di Sulawesi Utara dan angka ini menunjukkan kasus paling tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia (Dinkes,
2011).
C.
Etiologi
& Klasifikasi
Penyebab
utama dari TB paru adalah mycobacterium
tuberculosis. Faktor resiko yang penyebab TB paru menurut Brunner &
Suddart, 2014 adalah :
1.
Kontak dekat dengan seseorang yang
menderita TB aktif.
2.
Status gangguan imun(mis. Lansia,
kanker, terapi kortikosteroid dan HIV).
3.
Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
4.
Masyarakat yang kurang mendapat layanan
kesehatan yang memadai (mis. Gelandangan atau penduduk miskin, kalangan
minoritas, anak-anak,dan dewasa muda).
5.
Kondisi medis yang sudah ada, termasuk
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis dan malnutrisi.
6.
Imigran dari negara dengan insidensi TB
yang tinggi (mis. Haiti, Asia Tenggara).
7.
Institusionalisasi (mis. Fasilitas
perawatan jangka panjang, penjara).
8.
Tinggal di lingkungan padat penduduk dan
dibawah standar.
9.
Pekerjaan (mis. Tenaga kesehatan,
terutama yang melakukan aktivitas yang berisiko tinggi).
Klasifikasi
TB paru :
1.
Pembagian secara patologis :
a.
Tuberkulosis primer (Child hood
tuberculosis)
b.
Tuberkulosis post primer (adult
tuberculosis)
2.
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB paru dibagi
menjadi 2 yaitu :
a.
Tuberculosis Patu BTA positif
b.
Tuberculosis Patu BTA negative
3.
Pembagian secara aktivitas radiologis
a.
Tuberculosis Paru (Koch pulmonal) aktif
b.
Tuberculosis non aktif
c.
Tuberculosis quiescent (batuk aktif yang
mulai sembuh)
4.
Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a.
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya
sebagian kecil infiltrat non kapasitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
b.
Moderateli
advanced tuberculosis, yaitu adanya kapasitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih
dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu
paru.
c.
For advanced tuberculosis, yaitu
terdapatnya infiltrate dan kapasitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.
D.
Manifestasi
Klinik
Manifestasi
klinik menurut Brunner & Suddarth, 2014 yaitu :
1.
Demam derajat rendah, batuk, berkeringat
malam, keletihan dan penurunan berat badan.
2.
Batuk nonproduktif, yang dapat berlanjut
menjadi sputum mukopurulen dengan hemoptysis.
E.
Patofisiologi
Tuberkulosis
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah
imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan
makrofagyang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (Brunner & Suddarth, 2002).
Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung mycobacterium tuberculosis dapat menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam. Orang dapat terinfeksijika droplet tersebut terhirupke dalam saluran
pernafasan. Setelah mycobacterium
tuberculosis masuk kedalam saluran pernafasan selanjutnya masuk ke alveoli,
tempat dimana bakteri tersebut berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil
juga secara sistemik melalui sitem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru lainnya (lobus
atas) (Brunner & Suddarth, 2002).
Sistem
imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrophil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basildan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu
setelah pemajanan. Massa jaringan baru yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag
yang mmembentuk dinding protektif. Granulomas diubah massa jaringan fibrosa.
Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik dan membentuk massa seperti keju. Masaa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa
perkembangan penyakit aktif (Brunner & Suddarth, 2002).
Setelah
pemajanan dari infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respons system imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahanseperti keju ke dalam bronki.
Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara mengakibatkan penyebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali
proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah
ke hilium paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit
dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitasyang diperbaharui.
Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif
(Brunner & Suddarth, 2002).
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan pada pasien dengan TB Paru, yaitu (Muttaqin, 2008) :
1.
Uji Tuberkulin (uji Matoux), dengan
menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml secara intrakutan, pada sepertiga
atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan
alkohol. Hasil positif jika daerah indurasi dengan diameter 10-15 mm atau lebih
pada daerah penyuntikkan tuberculin, dengan maksimum waktu 48-72 jam sesudah
penyuntikan.
2.
Foto rontgen thoraks
3.
CT-scan
4.
Pemeriksaan laboratorium (sputum klien,
urine, cairan kumbah lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, jaringan
tubuh, feses dan swab tenggorok).
G.
Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
tuberkulosis paru menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan
penderita (active case finding) (Zain
2001 dalam Muttaqin 2008).
1.
Pencegahan
Tuberkulosis Paru
a)
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan
terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA
positif. Meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis.
b)
Mass
chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu.
c)
Vaksinasi BCG
d)
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5
mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkanatau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
e)
Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
tentang penyakit tuberkulosisi pada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya
Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI).
2.
Pengobatan
Tuberkulosis Paru
Tujuan
pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga mencegah kematian,
kekambuhan, resistensi terhadap OAR, serta memutuskan mata rantai penularan.
Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa
hal yang penting untuk diketahui.
3.
Mekanisme
Kerja Obat anti-Tuberkulin (OAT)
a)
Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri
yang membelah cepat
b)
Aktivitas sterilisasi, terhadapthe persisiters (bakteri semidormant)
c)
Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan
yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
H.
Prognosis/Komplikasi
Menurut Suriadi (2006)
komplikasi dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5.
Atelektasi
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian
keperawatan berdasarkan Muttaqin, 2008 :
1.
Keluhan Utama
Keluhan yang sering
menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a.
Keluhan
respiratoris, meliputi:
1)
Batuk
2)
Batuk darah
3)
Sesak nafas
4)
Nyeri dada
b.
Keluhan
sistemis
1)
Demam
2)
Keluhan sistemis lain seperti, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise.
2.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan
batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan,
mula-mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
terjadi kerusakan jaringan. Batuk akan timbul apabila proses penyakit telah
melibatkan bronchus, dimana terjadi iritasi bronchus selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk
membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoidatau
purulent.
Tanyakan
selama keluhan batuk muncul apakah ada keluhan lain seperti demam, keringat
malam. Atau menggigil yang mirip demaminluensakarena keluhan demam dan batuk
merupakan gejala awal TB paru. Tanyakan batuk disertai sputum yang kental atau
tidak, serta apakah klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk
mengeluarkan secret yang menempel pada jalan nafas.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian
yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
TB paru, keluhan batuk lama masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti
diabetes mellitus
4.
Riwayat Pengkajian Keluarga
Secara
patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah.
5. Pengkajian
Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian
psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku
klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk memutuskan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis,
klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yang dialaminya.
Perawat
juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien. Hal ini penting, mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka
yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena popolasi bakteri Tb
paru lebih mudah hidup di tempat kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang.
TB
paru merupakan penyakit yang pada umunya menyerang
masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh
nonspesifik dan mengonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena
ketidaksanggupan membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individunya
diharuskan bekerja secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya.
6.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan
Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan
umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum
tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, spoor,
soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai pengalaman dan
pengetahuan tentang konsep anatomi da fisiologi umum sehingga dengan cepat
dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien
menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak
nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama denga peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit
penyulit seperti hipertensi.
b. B1
(Breathing)
Inspeksi
Bentuk
dada dan gerakan pernafasan. Klien dengan TB paru biasanya tampak kurus
sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi diameter
antero-posterior banding proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulitdari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang massif maka terlihat adanya
ketidaksemetrisan rongga dada, pelebaran intercostal
space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru disertai atelectasis paru membuat
bentuk dada menjadi tidak simetris dimana didapatkan penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi yang
sakit.
Batuk
dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan secret dan sekresi
sputum yang purulent.
Palpasi
Palpasi
trachea. Adanya pergeseran trachea menunjukan-meskipun tetapi tidak
spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi
pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea kea rah berlawanan
dari sisi sakit.
Gerakan
dinding thoraks anteriot/ekskrusi pernafasan. TB paru tanpa komplikasi pada
saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang
antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan
biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Gerakan
suara (fremitus vocal). Getaran yang
terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara
adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
terutama pada bunyi konsonan. Ka[asitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada
disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klen TB paru
biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleuramasif.
Perkusi
Pada
klien TB paru tanpa komlikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hipersonan terutama jika pneumothoraks
ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada
klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) pada sisi yang
sakit. Klien dengan TB paru disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
c. B2
(Blood)
Pada
klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan
keluhan kelemahan fisik.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran
pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi yang sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi
jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
d. B3
(Brain)
Kesadaran biasanya
compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan
hemoptoe massif dan kronis.
e. B4
(Bladder)
Pengukuran
volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga
pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksrkesi
karena meminum OAT terutama Rifampisin.
f. B5
(Bowel)
Klien biasanya
mengalami mual muntah, penurunen nafsu makan dan penurunan berat badan.
g. B6
(Bone)
Aktivitas sehari-hari
berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain
kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi
tak teratur.
B. Analisa
Data
DATA
|
ANALISA
DATA
|
MASALAH
|
DS:
Pasien
mengatakan batuk.
DO:
-
Terdapat akumulasi secret di
jalan nafas
-
Bunyi nafas tambahan (ronkhi)
|
Mycobacterium
Tuberculosis
¯
Inhalasi droplet
¯
Bakteri
mencapai Alviolus
Terjadi reaksi Antigen-antibody
¯
Muncul reaksi Radang
Terjadi pengeluaran secret/ mucu
¯
Akumulasi secret dijalan nafas
¯
Ketidakefektifan Bersihan
Jalan
Nafas
|
Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas
|
DS:
-
Pasien mengatakan sesak nafas
-
Pasien mengatakan cepat lelah
-
Pasien mengatakan sulit tidur
pada malam hari
DO:
-
Frekuensi nafas cepat
(>24x/menit)
-
Nadi cepat (>100x/menit)
-
Pasien tampak menggunakan otot
bantu pernafasan
-
Pasien tampak lemah
|
Menghalangi proses difusi Oksigenasi
¯
Kompensasi tubuh meningkatkan gerakan
Pernafasan
¯
sesak
¯
Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
¯
Merasa lemah
¯
Intoleran Aktivitas
|
Intoleran Aktivitas
|
DS:
-
Pasien mengatakan menggigil dan
berkeringat dingin
DO:
-
Suhu tubuh pasien >37°C
|
Mycobacterium
Tuberculosis
¯
Inhalasi droplet
¯
Bakteri
mencapai Alviolus
¯
Basil
berdistribusi
( Bakterimia)
¯
Meransang interleukin -1
Zat endogen
Pyrogen
¯
Prostaglandin
¯
Berdistribusi ke hipotalamus
Menggeser
set point anterior dari
Titik normal
¯
Respon menggigil
¯
Peningkatan suhu tubuh
¯
Inefektif termoregulator
¯
Terjadi peningkatan metabolisme Tubuh
¯
Hipertermi
|
Hipertermi
|
DS:
-
Pasien mengatakan kehilangan
nafsu makan
DO:
-
Terjadi
penurunan berat badan
-
Turgor
kulit buruk
|
Terjadi peningkatan metabolisme Tubuh
¯
Terjadi pemecahan cadangan makanan
¯
Cadangan makanan di jaringan berkurang
¯
Kebutuhan nutrisi sel meningkat
¯
Penurunan berat badan
¯
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
|
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang
Dari Kebutuhan Tubuh
|
DS:
-
Pasien mengatakan aktivitasnya
mulai terganggu
DO:
-
Pasien
tampak cemas
|
Perjalanan
penyakit TB
¯
Muncul respon tubuh berupa
gejala-gejala fisik yang mengganggu aktivitas
¯
Perubahan status kesehatan
¯
Ansietas
|
Ansietas
|
C. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan berdasarkan Herdman, 2013 :
§ Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.
§ Intoleran
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
§ Hipertermi
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
§ Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrient
§ Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
D. Rencana
Tindakan Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
Tindakan
|
||
Tujuan
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Rasional
|
||
1
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan,
ditandai dengan :
DS
( Data Subjektif):
- Pasien
mengatakan batuk
DO
(Data Objectif):
-
Terdapat akumulasi secret di
jalan nafas
-
Bunyi nafas tambahan (ronkhi)
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam pasien
menunjukkan keefektifan jalan nafas,
dengan kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan batuk efektif (
tarik nafas, tahan sampai hitungan ke 3, batukkan dengan kuat 2 atau 3 kali
secara berturut-turut tanpa menghirup nafas kembali selama melakukan batuk
dan keluarkan dahak atau sputum)
2) Suara nafas bersih (tidak ada
suara nafas tambahan seperti ronkhi)
3) tidak ada dispnea (mampu
mengeluarkan sputum dan bernafas dengan mudah)
|
1) Ajarkan
metode batuk efektif dan terkontrol
2) Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada
komplikasi
3) Lakukan
pengisapan lender (suction)
4) Anjurkan
pasien untuk meningkatkan hidrasi
5) Kolaborasi
dengan dokter pemberian antibiotik
|
1) Batuk
tidak terkontrol akan melelahkan klien
2) Membantu
mengeluarkan secret dari area paru bagian bawah
3) Membantu
mengeluarkan secret darijalan nafas bagian atas
4) Mengencerkan
mucus saluran nafas
5) Antibiotik
menekan dan menghentikan perkembangan bakteri di paru.
|
2
|
Intoleran
aktivitas ber-hubungan
dengan ketidak-seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, ditandai dengan :
DS
( Data Subjektif):
- Pasien
mengatakan sesak nafas
- Pasien
mengatakan cepat lelah
- Pasien
mengatakan sulit tidur pada malam hari
DO
(Data Objectif):
-
Frekuensi nafas cepat
(>24x/menit)
-
Nadi cepat (>100x/menit)
-
Pasien tampak menggunakan otot
bantu pernafasan
-
Pasien tampak lemah
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat bertoleransi terhadap
aktivitas, dengan kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, dengan
kisaran nilai normal :
- Tekanan darah :120/80 mmhg
- Nadi : 60-100x/menit
- Pernafasan : 18-24 x/menit
2) Mampu melakukan aktivitas sehari
hari (ADLs) secara mandiri, seperti makan, minum, toileting, mandi, bangun
dari tempat tidur, berpindah tempat (interpretasi :100 independen/mandiri)
3) Keseimbangan aktivitas dan
istirahat
|
1) Kaji
TTV (nadi, pernafasan, tekanan darah)
2) Buat
jadwal aktivitas harian, tingkatkan secara bertahap
3) Beri
waktu istirahat yang cukup
4) Ajarkan
teknik nafas efektif
5) Ajarkan
program hemat energy
6) Kolaborasi
pemberian terapi oksigen
|
1) Nadi,
pernafasan dan tekanan darah yang meningkat menunjukan respon abnormal tubuh
2) Mempertahankan
pernafasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik yang memungkinkan
peningkatan kemempuan otot bantu pernafasan
3) Meningkatkan
daya tahan pasien dan mencegah kelelahan
4) Meningkatkan
oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energy
5) Mencegah
penggunann energy berlebih
6) Mempertahankan,
memeperbaiki danmeningkatkan konsentrasi oksigen darah
|
3
|
Hipertermi
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, ditandai dengan:
DS
( Data Subjektif):
- Pasien
mengatakan menggigil dan berkeringat dingin
DO
(Data Objectif):
-
Suhu tubuh pasien >37°C
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal, dengan kriteria hasil:
-
Suhu
tubuh dalam batas normal (36,5°C– 37°C)
|
1)
Pantau suhu tubuh
2)
Anjurkan untuk mempertahanan
masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
3)
Berikan kompres hangat
4)
Anjurkan pasin untuk memakai
pakaian yang menyerap keringat
5)
Kolaborasi pemberian antipiretik
|
1) Sebagai
indikator untk mengetahui status hipertermi
2) Dalam
kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
3) Menghambat
pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4) Kondisi
kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan
mngurangi kenyamanan pasien
5) Mengurangi
panas dengan farmakologis
|
4
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrient, ditandai dengan :
DS
( Data Subjektif):
- Pasien
mengatakan kehilangan nafsu makan
DO
(Data Objectif):
-
terjadi penurunan berat badan
-
turgor kulit buruk (>2 detik)
|
Setelah dilakukan tindakan
Keperawatan selama 3x24 jam nutrisi
kurang teratasi, dengan kriteria hasil :
1) nafsu makan pasien meningkat
2) berat badan sesuai IMT normal
(18,5-25)
3) turgor kulit kembali normal (<
2 detik)
|
1)
Kaji status nutrisi pasien dari
penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat
badan dan pilihan intervensi yang tepat
2)
Pastikan pada diet biasa pasien
yang disukai atau tidak disukai.
3)
Berikan perawatan rnulut
4)
Dorong makan sedikit dan sering
dengan makanan tinggi protein.
5)
Kolaborasi, rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan komposisi diet.
|
1) Berguna
dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah
2) Membantu
dalam mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan individu dapat
memperbaiki masukan diet
3) Menurunkan
rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah.
4) Masukan
nutrisi yang dapat menurunkan iritasi gaster.
5) Bantuan
dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan
diet.
|
5
|
Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, ditandai dengan :
DS
( Data Subjektif):
- Pasien
mengatakan aktivitasnya mulai terganggu
DO
(Data Objectif):
- pasien
tampak cemas dengan skala kecemasan (skala HARS) 6-14.
|
Setelah dilakukan asuhan
selama 2 jam kecemasan pasien
dapat teratasi, dengan
kriteria hasil:
-
Klien
mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
-
Vital
sign dalam batas normal (Tekanan darah :120/80 mmhg, Nadi : 60-100x/menit, Pernafasan
: 18-24 x/menit)
-
Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan (skala <6).
|
1) Jelaskan
tujuan dan regimen terapi pada pasien
2) Ajarkan
pasien melakukan latihan nafas dalam (teknik relaksasi)
3) Jelaskan
bahayanya infeksi dan cara menurunkan resiko
4) Anjurkan
pasien untuk melaporkan gejala penting dengan segera
|
1) Mengorientasikan
program terapi, membantu menyadarkan pasien untuk memperoleh control
2) Terapi
nonfarmakologi
3) Mencegah
infeksi baik primer dan sekunder yang mungkin diakibatkan oleh gangguan nafas
4) Mencegah
komplikasi yang tidak terpantau atau gejala yang dianggap normal oleh pasien
|
(Sumber
: Brunner & Suddarth, 2002., Herdman, 2013., Wilkison dan Nancy, 2012.,
Muttaqin, 2008., Tamsuri, 2008)
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Departemen
Kesehatan RI. 2008. Jakarta : Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan
Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2011. Profil kesehatan Sulawesi Utara,
Manado
Herdman T. Heater. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sjahrurachman A. 2010. “Diagnosis Multi Drug
Resistan Mycrobacterium Tuberculosis”.http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/jurnaltuberkulosis-indonesia-vol7-okt2010.pdf
(diakses 24 September 2015)
Tamsuri Anas. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta: EGC.
Wilkison Judith M. dan Nancy R. Ahern .2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Belay
M, Bjune G, Ameni G, Abebe M. 2011. Serodiagnostic Performance of
Resat-6-CFP-10 in the Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis in
Ethiopia..http://dx.doi.org/10.4172/2 16 1068.1000103.pdf (diakses 24 September
2015)
No comments:
Post a Comment