Pernahkah Anda mendengar tentang kecerdasan emosional? mungkin yang sering kita dengar adalah kecerdasan intelektual atau yang kita kenal dengan IQ. Kecerdasan Emosional dinilai melengkapi kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Daniel Goleman pada tahun 1995 dan untuk pertama kalinya dilontarkan oleh psikolog Peter Solovey dari Horvard University dan Jhon Mayer dari University of Newhampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan hidup manusia.
Kecerdasan emosional merujuk ke kumpulan keterampilan, kapabilitas dan kompetensi nonkognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan (Robbins, 2006). Goleman (2015) mengatakan, kompetensi emosional merupakan unsur yang menentukan kinerja prima. Kompetensi ini lebih mendukung serta lebih penting dari pada kemampuan kognitif untuk mencapai kinerja yang luar biasa di semua jenis pekerjaan. Goleman mengatakan, ketrampilan emosional menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain mana pun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah.
Survey dilakukan di Shebin El Kom University Hospital di Mesir dan didapatkan rata-rata kecerdasan emosional perawat berada pada level rendah (Bakr dan Safaan, 2012). Di negara berkembang seperti Indonesia, sebagian besar sumber daya manusia masih memiliki kecerdasan emosional yang kurang baik (Mangkunegara, 2010). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa orang dengan kecerdasan emosional yang kurang baik cenderung memiliki kinerja yang kurang baik pula. Mengapa? karena salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kecerdasan, dan didalamnya termasuk kecerdasan emosilonal. Goleman (2015) mengungkapkan kecerdasan emosional juga turut menentukan keberhasilan seseorang. Kecerdaasan emosional merupakan suatu kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri, bertahan terhadap frustrasi, mengatur suasana hati agar beban stress tidak melumpukan kemampuan berpikir, dan berempati.
Kecerdasan emosional merujuk ke kumpulan keterampilan, kapabilitas dan kompetensi nonkognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan (Robbins, 2006). Goleman (2015) mengatakan, kompetensi emosional merupakan unsur yang menentukan kinerja prima. Kompetensi ini lebih mendukung serta lebih penting dari pada kemampuan kognitif untuk mencapai kinerja yang luar biasa di semua jenis pekerjaan. Goleman mengatakan, ketrampilan emosional menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain mana pun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah.
Survey dilakukan di Shebin El Kom University Hospital di Mesir dan didapatkan rata-rata kecerdasan emosional perawat berada pada level rendah (Bakr dan Safaan, 2012). Di negara berkembang seperti Indonesia, sebagian besar sumber daya manusia masih memiliki kecerdasan emosional yang kurang baik (Mangkunegara, 2010). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa orang dengan kecerdasan emosional yang kurang baik cenderung memiliki kinerja yang kurang baik pula. Mengapa? karena salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kecerdasan, dan didalamnya termasuk kecerdasan emosilonal. Goleman (2015) mengungkapkan kecerdasan emosional juga turut menentukan keberhasilan seseorang. Kecerdaasan emosional merupakan suatu kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri, bertahan terhadap frustrasi, mengatur suasana hati agar beban stress tidak melumpukan kemampuan berpikir, dan berempati.
Dalam sebuah rumah sakit, pelayanan keperawatan berkontribusi cukup besar dalam menentukan mutu pelayanan. Interaksi langsung perawat dengan pasien berlangsung selama 24 jam penuh. Jumlahnya pun mencapai 40-60% dari seluruh tenaga kesehatan rumah sakit. Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien. Kualitas pelayanan kesehatan sangatlah bergantung pada kinerja perawat.
Pelayanan keperawatan memerlukan sosok perawat yang memiliki kecerdasan emosional tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasien yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual. Perawat dengan kecerdasan emosional tinggi dapat berkontribusi untuk kinerja lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan Paomey (2016) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Kecerdasan
emosional menyumbang 58% keberhasilan kerja semua jenis pekerjaan (Bradberry
& Greaves 2009). Goleman (2015) pun menyatakan bahwa kesuksesan seseorang
itu hanya ditentukan oleh 20% dari tingkat kecerdasan intelektualnya, sedangkan
yang 80% ditentukan oleh faktor lainnya, termasuk kecerdasan emosional. Bakr dan
Safaan (2012), setelah melakukan penelitian pada 143 perawat pelaksana dan 20
manajer keperawatan, mengungkapkan adanya korelasi positif antara kinerja
perawat dengan kecerdasan emosional perawat.
Perasaan atau emosi kita saat bekerja akan menentukan
produktivitas serta hasil kerja. Emosi sangat penting bagi rasionalitas.
Kemampuan emosional membimbing keputusan dari waktu ke waktu, bekerja
bahu-membahu dengan pikiran rasional, dan mendayagunakan pikiran itu sendiri. Kecerdasan
emosional perlu dikembangkan oleh setiap perawat. Perawat adalah sebuah profesi
yang menuntut tingkat interaksi sosial tinggi. Prinsip melakukan aktivitas atau
pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan pasien, keluarga
pasien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. Aktivitas tersebut akan
membutuhkan kompetensi emosional, mengingat bahwa kompetensi kecerdasan
emosional turut menentukan kinerja yang prima. Goleman (2015) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, dan membina hubungan.
Perawat
merupakan sebuah profesi yang
berorientasi kepada pelayanan dalam bentuk
jasa. Pelayanan diberikan kepada klien,
baik sebagai individu, keluarga maupun
masyarakat. Agar pelayanan yang diberikan
meliputi aspek biologi, psikologi,
sosial dan spiritual diperlukan suatu
keterampilan manajemen emosi. yang
lebih dikenal dengan istilah
kecerdasan emosional (Nurhidayah, 2006). Kecerdasan
emosional ini jelas sangat dibutuhkan oleh perawat sebab, perawat selalu
berhubungan dengan klien yang latar belakang budaya dan sifatnya berbeda.
Perbedaan ini menuntut perawat untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang
lain dalam hal ini klien dan keluarganya. Sehingga perawat secara profesional akan bersikap asertif. Bharata
(2008), perawat dalam berkata, bertindak, dan mengambil keputusan, membutuhkan
kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga mampu melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain. Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien.
Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi
pasien. Kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat
agar perawatan lebih efektif.
Kemampuan
membina hubungan dengan orang lain merupakan salah satu dari komponen kecerdasan
emosional . Keberhasilan seorang perawat dalam pembentukan hubungan dan situasi
perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhungan dengan
orang lain, berkomunikasi, dan bekerja sama. Apakah seorang perawat berhasil
atau tidak, itu tergantung pada bagaimana ia mengembangkan kemampuan
berinteraksi dengan orang lain (Gunarsa & Gunarsa, 2012).
Institusi pendidikan keperawatan perlu untuk memasukan
pelajaran atau materi yang berkaitan dengan kecerdasan emosioanal dalam
kurikulum pendidikan keperawatan. Seminar, pelatihan, ataupun mentoring dapat
diberikan bagi mahasiswa keperawatan untuk dapat mengembangkan kemampuan
kecerdasan emosional. Menajemen rumah sakit khususnya manajer
keperawatan dalam melaksanakan kegiatan perencanaan, pengembangan dan pembinaan
terhadap sumber daya keperawatan perlu untuk mengupayakan kecerdasan emosional
berkembang pada diri perawat guna meningkatkan kinerja perawat dengan
mengikutsertakan perawat dalam program-program pelatihan atau pendidikan
tambahan yang dapat mengembangkan kecerdasan emosional perawat. Selain itu
direkomendasikan juga bagi pihak manajemen rumah sakit untuk mempertimbangkan
kecerdasan emosional sebagai faktor dalam seleksi bagi parawat yang hendak
bekerja di rumah sakit.
No comments:
Post a Comment