KONSEP DASAR MEDIS
A.
Definisi
Syok
adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan
metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk
mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera
untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentukan
(hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok). (Smeltzer, 2010)
B.
Etiologi
Tekanan darah bergantung pada produk curah jantung dan TPR. Dengan
demikian, segala sesuatu yang menyebabkan gangguan kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup, atau TPR dapat menyebabkan syok. Terdapat enam penyebab utama
syok.
1.
Syok kardiogenik dapat terjadi setelah
curah jantung kolaps, yang sering terjadi akibat infark miokard, fibrilasi,
atau gagal jantung kongestif.
2.
Syok hipovolemik dapat terjadi apabila
terjadi kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan
darah menurun drastic. Perdarahan dan dehidrasi dapat menyebabkan syok
hipovolemik....................
.
.
3.
Syok anafilaktik dapat terjadi setelah
respon alergi yang meluas berkaitan dengan degranulasi sel mast ddan pelepasan
inflamasi, seperti histamine dan prostahlandin. Mediator ini mencetuskan
vasodilatasi sistemik yang luas sehingga TPR dan tekanan darah menurun drastic.
4.
Syok sepsis dapat terjadi setelah
ingeksi sestemik massif dan pelepasan mediator vasoaktif inflamasi. Zat-zat ini
menyebabkan vasodilatasi sistemik dan edema , mengkibatkan TPR dan tekanan
darah kolaps. Syok septik dapat terjadi pada ingeksi oleh bakteri hematogen,
atau akibat pengeluaran isi saluran cerna ke dalam tubuh, sebagai contuoh
perforasi saluran cerna atau pecahnya usus buntu. Sebagian bakteri bertindak
sebagai superantigen yang mampu merangsang dengan cepat terjadinya syok septik.
5.
Syok neurogenic terjadi setelah
hilangnya tonus vascular secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenic
dapat terjadi akibat cedera otak yang mengenai pusat kardiovaskular di otak,
cedera medulla spinalis, atau anastesi umum yang dalam. Syok ini juga dapat
terjadi akibat cetusan stimulus parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung, disertai dengan penurunan stimulus simpatis ke
pembuluh darah. Jenis syok ini dapat menjelaskan pingsan mendadak akibat
gangguan emosional.
C.
Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik
cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume
cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam
waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila
syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa
menit. Tanda-tanda syok adalah:
1.
Kilit dingin, pucat, dan
vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan
berkurangnya perfusi jaringan.
2.
Takhikardi: peningkatan
laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi: karena tekanan
darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak dibawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin
umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa
terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam. (Budhram &
Bengiamin, 2014)
Tipe Syok
|
Septik
|
Hipovolemik
|
Anafilaksis
|
Kardiogenik
|
Vasovagal
|
TD
|
N/-/--
|
-/--
|
-/--
|
-/--
|
N
|
Tekanan nadi
|
N/+/++
|
-/--
|
-/--
|
-/--
|
N
|
Denyut nadi
|
+/++
|
+/++
|
+/++
|
+
|
Lambat
|
Isi nadi
|
Besar
|
Kecil
|
N/kecil
|
N/kecil
|
N
|
Vasokon prfer
|
-
|
+
|
+
|
+(-)
|
N/+
|
Suhu kulit
|
Hangat
|
Dingin
|
Dingin
|
Dingin
|
N
|
Warna
|
Merah
|
Pucat
|
N/Pucat
|
N/pucat
|
N/Pucat
|
Tek. Vena sentral
|
N/rendah
|
N/rendah
|
N/rendah
|
Tinggi
|
N
|
Diuresis
|
-/--
|
--
|
-
|
-/--
|
N
|
EKG
|
N
|
N
|
N
|
Abn
|
N
|
Foto paru
|
Udem infiltrat
|
N
|
N
|
Udem
|
N
|
Ket; N:normal, Abn:abnormal, +:meningkat, ++:sangat meningkat, -:turun,
--:sangat turun
|
Temuan klinis berdasarkan fase syok
Fase Kompensator
|
Fase Progresif
|
Fase Ireversibel
|
|
Frekuensi jantung
|
>100x/menit
|
>150x/menit
|
Eratik atau sistol
|
Tekanan darah
|
Normal
|
TDS<80-90 mmHg
|
Membutuhkan dukungan mekanik atau farmakologis
|
Status respiratori
|
>20
|
Cepat; pernapasan dangkal; krekels
|
Membutuhkan intubasi
|
Kulit
|
Dingin, kusam
|
Bercak, petekie
|
Ikterik
|
Haluaran urin
|
Menurun
|
<20 ml/jam
|
Anuria, membutuhkan dialisis
|
Fungsi mental
|
Kelam pikir
|
Letargi
|
Tidak sadar
|
Keseimbangan asam basa
|
Respiratori alkalosis
|
Metabolik asidosis
|
Asidosis hebat
|
Penggantian cairan dalam syok
Keuntungan
|
Kerugian
|
|
Kristaloid
Natrium Klorida 0,9%
|
Banyak terdapat, murah
|
Membutuhkan volume dalam
jumlah besar; dapat menyebabkan edema pulmonary
|
Ringer laktat
|
Ion laktat menbantu menjadi
buffer asidosis metabolic
|
Membutuhkan volume dalam
jumlah besar; dapat menyebabkan edema pulmonary
|
Salin hipertonik (3%, 5%, 7,5%)
|
Jumlah kecil yang dibutuhkan
untuk memulihkan volume intravaskular
|
Bahaya hipernatremia
|
Koloid
Albumin (5%, 25%)
|
Dengan cepat memperbanyak
volume plasma
|
Mahal; membutuhkan donor
manusia; suplai terbatas; dapat menyebabkan CHF
|
Dextran (40, 70)
|
Plasma ekspander sintetik
|
Mengganggu dengan agregasi
trombosit; tidak direkomendasikan untuk syok hemoragik
|
Hetastarch
|
Sentetik; sedikit lebih murah
dari albumin; efek berlangsung sampai 36 jam
|
D.
Patofisiologi
Syok adalah kolapsnya tekanan darah arteri
sistemik. Tekanan darah yang turun drastic, aliran darah tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan energy jaringan dan organ. Selain itu, tubuh berespin dengan
mengalihkan darah menjauhi sebagian berar jaringan dan organ agar organ-organ
vital yaitu jantung, otak dan paru
menerima cuup darah. Jaringan dan organ yang terpaksa kekurangan darah
tersebut mengalami gangguan, terutama ginjal, saluran cerna, dan kulit. Apabila
individu yang bersangkutan dapat selamat dari episode syok, sering diiukuti
dengan gagal ginjal, ulkus saluran cerna, dan kerusakan kulit.
Pada permulaan syok, refleks-refleks
baroresptor diaktifkan dan tubuh mencoba mengompensasi penurunan tekanan darah
yang drastic. Apabila penyebab syok terus berlangsung, upaya kompensasi tubuh
menjadi tidak adekuat dan kemunduran kondisi berbagai organ akan terus
berlanjut, termasuk paru, jantung, dan otak. Dengan memburuknya keadaan jantung
dan paru, terjadi lingkaran setan. Oksigenasi dan curah jantung secara
progresif menurun dan syok menjadi semakin buruk sehingga dalam waktu singkat
menjadi ireversibel. Syok ireversibel menyebabkan kematian.
E.
Komplikasi
1.
Hipoksia jaringan, kamatian sel, dan kegagalan multiorgan akibat
penurunan aliran darah yang berkepanjangan
2.
Sindrom distress pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi
pembatas alveolar-kapiler karena hipoksia
3.
Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan
koagulasi intravaskuler disiminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Kultur darah
2.
Kimia serum, termasuk elektrolit, BUN, dan kreatinin
3.
DPL dan profil kuoagulasi
4.
AGD dan oksimetri nadi
5.
Pemeriksaan Curah jantung
6.
Laktat Serum
7.
Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas dan elektrolit urin
8.
EKG, Foto Thoraks, USG jantung
9.
Tes fungsi ginjal dan hati
G.
Penatalaksanaan
Tujuan penanganan syok tahap awal adalah
mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume dan
tekanan darah. Pada syok lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya
tidak cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga perlu dilakukan
upaya menghilangkan factor toksik yang terutama disebabkan oleh bakteri.
Pemberian oksigen merupakan penanganan
yang sangat umum, tanpa memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung
pada penyebab syok. Terapi cairan merupakan terapi yang penting terhadap pasien
yang mengalami syok hipovolemik dan distributive. Pemberian carian secara IV
akan memperbaiki volume darah yang bersirkulasi, menurunkan viskositas darah dan
meningkatkan aliran balik vena, sehingga membantu memperbaiki curah jantung.
Akibat selanjutnya adalah meningkatkan perfusi jaringan dan memberikan pasokan
oksigen kepada sel. Terapi awal dapat berupa pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Kecepatan dan volume cairan harus dapat ditoleransi oleh pasien.
Kecepatan dan jumlah pemberian cairan dimonitor pada tekanan vena sentral dan
pengeluaran urin.
Apabila perfusi jaringan berkurang karena
kelilangan banyak darah, secara ideal harus dilakukan transfuse darah dan
control perdarahan harus dilakukan dengan baik. PRC atau WB secara nyata dapat
memperbaiki tekanan darah dan penghantaran oksigen jaringan.
Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang
terlalu cepat dapat berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja
jantung dan selanjutnya membahayakan sirkulasi. Terapi syok kardiogenik
tergantung pada penyebabnya. Jika syok disebabkan oleh kontraktilitas
miokardium yang jelek disarankan dengan beta-agonis. Dobutamin merupakan beta
agonis yang mampu meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen, tanpa
menyebabkan vasokonstriksi, merupakan obat yang paling umum digunakan untuk
meningkatkan fungsi jantung. Perikardiosintesis harus dilakukan jika efusi
pericardium cukup banyak dan menyebabkan temponade.
Pada syok
distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan terapi
cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Oleh karena curah
jantung dan tekanan pembuluh darah sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen
ke jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk
memksimalkan fungsi jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan atau
memodifikasi tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan
glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namin apabila
digunakan, g;okokortikoid harus digunakan pada penanganan awal dan tidak
diulang penggunaannya.
Syok
septik sering kali berkaitan dengan bakterigram negatif, dan antibiotik yang
cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau amino glikosida dan penisilin.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Pengkajian Primer
a. Airway : penilaian akan
kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan
napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan
napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti
snoring.
b. Breathing : frekuensi napas,
apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya
sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya
suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Circulation : dilakukan pengkajian
tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian
juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat
kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
2.
Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format
AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran
gas b.d. ketidakseimbangan venrilasi perfusi
2. Penuruanan curah jantung
b.d. perubahan preload, kontraktilitas, afterload
3. Ketidakefektifan pola
napas b.d. hiperventilasi, keletihan otot pernapasan, sindrom hipoventilasi
4. Kekurangan volume
cairan b.d. kegagalan mekanisme regulasi, kehilangan cairan aktif
5. Masalah kolaboratif:
potensial komplikasi MODS (Multiple Organ Disfunction Syndrome)
C.
Rencana Keperawaan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Keperawatan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1.
|
Ketidakefektifan
pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan venrilasi perfusi
|
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
·
Bunyi paru bersih
·
Warna kulit normal
·
Gas-gas darah dalam batas normal
|
1.
Periksa frekuensi, irama
dan kedalaman pernapasan
2.
Periksa HR dan BP
3.
Periksa tanda-tanda
penurunan kesadaran
4.
Auskultasi paru
5.
Periksa adanya sianosis dan pucat
6.
Monitor saturasi oksigen
7.
Monitor gas darah arteri
8.
Sution jalan napas bila perlu
9.
Elevasi kepala sesuai kebutuhan
10.
Berikan oksigen sesuai order
11.
Persiapkan untuk pemasanagan ventilator mekanik jika terapi
oksigen tidak efektif.
|
1. Pada tahtap awal
syok, frekuensi akan naik karena hiperkapnia dan hipoksia. Ketika syok lebih
berkembang pernapasan menjadi pelan dan pasien mulai hipoventilasi. Kegagalan
pernapasan berkembang seiring dengan lelahnya otot pernapasan dan penurunan
complains paru.
2. Seiring perkembangan
syok, tekanan darah dan frekuensi denyut jantung akan meningkat dan aritmia
mungkin terjadi.
3. Sakit kepala, kegelidahan
adalah tanda awal hipoksia
4. Crakles disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru dan edema intraalbeolar
5. Akral dingan, kulit
pucat dapat disebabkan oleh kompensasi hipoksemia yaitu respon vasokonstriksi
6. Mengukur konsentrasi
oksigen dalam darah
7. Peningkatan PaO2 dan
penurunan PaO2 adalah tanda hipoksemia dan asidosis respiratorik.
8. Suction mengluarkan
sekresi jika pasien tidak efektif dalam membersihkan jalan napas
9. Posisi ini
memfasilitasi ventilasi optimal
10.
Penambahan oksigen dibutuhkan
untuk mempertahankan PaO2 dalam level yang dapat diterima
11.
Intubasi dan pemasanagn ventilator mekanik direkomendasikan
untuk mencegah dokompensasi penuh dari pasien. Ventilasi mekanik menyediakan
perawatan support untuk mempertahankan ventilasi dan oksigensi adekuat.
|
2.
|
Penurunan curah
jantung b.d. perubahan preload, kontraktilitas,
afterload
|
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria hasil:
·
Pulsasi perifer kuat
·
HR dbn
·
TD dbn
·
Urin outpun normal
·
Akral hangat
·
Kesadaran normal
|
1.
Periksa perubahan tingkat kesadaran
2.
Periksa feruensi denyut jantung, TD dan intra-arterial monitor
sesuai order
3.
Periksa frekuensi denyut jantung, ritme, dan EKG
4.
Periksa suara jantung untuk adanya bunyi S3 dan S4
5.
Periksa pulsasi sentral dan perifer
6.
Periksa CRT
7.
Periksa frekunsi pernapasan, irama, dan auskultasi suara napas
8.
Monitor keseimbangan cairan dan peningkatan berat badan
9.
Monitor urin output
10.
Monitor nilai laboratorium: potassium dan magnesium
11.
Berikan cairan IV pada klien dengan penurunan preload
12.
Berikan oksigen tambahan
13.
Berikan mediksi untuk meningkatkan curah jantung sesuai order.
Seperti dobutamin
|
1.
Kegelisahan dan ansietas adalah tanda awal hipoksia serebral.
Kehilangan kesadaran muncul pada tahap lanjut.
2.
Sinus takikardi dan peningkatan TD terlihat pada tahap awal
untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat.
3.
Disritmia jantung dapat terjadi karena perfusi yang kurang,
asidosis, atau hipoksia. EKG 12 lead memberi bukti iskemik miokard
4.
S3 adalah tanda klasik kegagalan ventrikel kiri. S4 berkaitan
dengan penurunan kompliens ventrikel.
5.
Pulsasi yang lemah menunjukan penurunan curah jantung
6.
CRT memanjang dan kadang absent
7.
Karakteristik syok termasuk pernapasan cepat dan dangkal,
adanya suara napas tambahan seperti krekels dan wheezing
8.
Retensi airan dan sodium terjadi kareja mekanisme regulasi
kompensasi. Berat badan adalah indicator kuat dari retensi cairan dan sodium
9.
Kompensasi system perkemihan terhadap penurunan BP adalah
menahan cairan. Oliguria adalah tanda klasik tidak adekuatnya perfusi renal
karena penurunan curah jantung
10.
Hipomaknesium dan hypokalemia dpat merujuk ke disritmia yang
nantinya akan menurunkan curah janrung
11.
Status cairan yang optimal memastiakn tekanan pengisian
ventrikel yang efektif.
12.
Mempertahankan saturasi oksigen tetap pada rentang normal
13.
Dobutamin memberi efek
inotropic positif yang akan meningkatkan curah jantung.
|
3.
|
Ketidakefektifan
pola napas b.d. hiperventilasi, keletihan otot
pernapasan, sindrom hipoventilasi
|
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria
Hasil :
·
Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan
normal
·
Adanya penurunan dispneu
·
Analisa gas darah dalam batas normal
|
1. Kaji frekuensi,
kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
2. Kaji tanda
vital dan tingkat kesasdaran setiap jam.
3. Monitor
pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2<
60 mmHg
4. Berikan oksigen
dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan indikasi.
5. Pantau dan
catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan PaO2.
6. Auskultasi dada
untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam.
7. Pertahankan
tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan.
8. Berikan
dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama
batuk.
9. Instruksikan
pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir.
10. Berikan bantuan
ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat
dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada
60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental
atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
|
|
4.
|
Kekurangan volume
cairan b.d. kegagalan mekanisme regulasi, kehilangan
cairan aktif
|
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan klien akan menunjukan normovolemik
Kriteria hasil:
·
HR dbn
·
TD sistolik lebih dari 90 mmHg
·
Tidak ada ortostatis
·
Urin output normal
·
Turgor kulit elastis
|
1.
Monitor TD untuk perubahan ortostatik
2.
Untuk menentukkan efek
dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul
seperti : Hipokalemia dll.
3.
Periksa tanda-tanda
penurunan kesadaran
4.
Monitor sumber kehilangan cairan
5.
Monitor turgor kulit, tanda-tanda dehidrasi
6.
Monitor intake output
7.
Perform primary survey
8.
Perform secondary survey
9.
Tingkatkan asupan oral jika memungkinkan
10. Berikan terapi
cairan IV
11. Control perdarahan
12. Kolaborasi pemberian
produk darah sesuai kebutuhan
|
1.
Manifestasi dari kehilangan cairan adalah hipotensi postural
2.
Sinus takikardi dan peningkatan TD terlihat pada tahap awal
untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat.
3.
Sakit kepala, kegelidahan adalah tanda awal hipoksia
4.
Agar kehilangan cairan dapat dikontrol
5.
Penurunan turgor merupakan tanda-tanda dehidrasi
6.
Menilai adanya dehidrasi atau retensi cairan
7.
Membantu mengidentifikasi cedera yang mengancam nyawa.
8.
Pemeriksaan head to toe
9.
Meningkatkan intake dan mempertahankan keseimbangan cairan
10. Mempertahankan
volume sirkulasi yang adekuat adalh prioritas.
11. Mencegah kehilangan
cairan
12. Menggantikan darah
yang hilang karena perdarahan
|
5
|
Colaborative Diagnosis: Potential Complication Organ ischemia/dysfunction (multiple organ
dysfunction syndrome [MODS]) related to:
1. hypoperfusion of major organs associated with
septic shock
2. microvascular thrombosis associated with DIC if
it occurs.
|
The client will not develop organ
ischemia/dysfunction as evidenced by:
a.
usual mental status
b.
urine output at least
30 ml/hour
c.
unlabored respirations
at 12 - 20/minute
d.
audible breath sounds
without an increase in adventitious sounds
e.
absence of new or
increased abdominal pain, distention, nausea, vomiting, and diarrhea
f.
BUN, creatinine, AST,
ALT, and LDH within normal range.
|
1.
Assess for and report
signs and symptoms of:
a.
cerebral ischemia (e.g.
change in mental status)
b.
renal insufficiency
(e.g. urine output less than 30 ml/hour, elevated BUN and creatinine)
c.
acute respiratory
distress syndrome (e.g. dyspnea, increase in respiratory rate, low SaO2,
crackles, cyanosis)
d.
intestinal ischemia
(e.g. abdominal pain and distention, nausea, vomiting, diarrhea)
e.
liver dysfunction (e.g.
increased AST, ALT, and LDH).
2.
Implement measures to
reduce the risk for organ ischemia/dysfunction:
a.
perform actions to
maintain adequate tissue perfusion (see Diagnosis 1, action b)
b.
perform actions to
prevent and treat DIC (see actions B and C in the DIC complication).
3.
If signs and symptoms
of organ ischemia/MODS occur:
a.
maintain oxygen therapy
b.
prepare client for
transfer to critical care unit and insertion of hemodynamic monitoring
devices (e.g. central venous catheter, intra-arterial catheter) and
ventilatory support.
|
Daftar Pustaka
Budhram, G. R.,
& Bengiamin, R. N. (2014). Rosen’s
emergency medicine :concepts and clinical practice
Doenges,
M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2013). Nursing diagnosis manual.
herdman,
T. h. (2012). Diagnosa keperawatan:
definisi dan klasifikasi 2012-2014 (M. Sumarwati & N. B. Subhekti,
Trans.). Jakarta: EGC.
Smeltzer,
S. C. (Ed.). (2010). Brunner &
Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (12 ed. Vol. 2): Wolters
Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins.
Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik.
(online). Http:// www. Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12
Desember 2006).
Az
Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www.
Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
No comments:
Post a Comment