Tuesday 31 October 2017

Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik



KONSEP PENYAKIT

A.    PENGERTIAN
          Gagal ginjal korink adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus (Corwin, 2009). Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368) Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).

B.     ETIOLOGI
          Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
          Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
1.             Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2.             Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
3.             Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,  nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4.             Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5.             Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
6.             Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
7.             Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
8.             Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C.    PATOFISIOLOGI
          Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
          Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
          The U.S. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcones Quality Initiative telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat berdasarkan ada tidaknya gejala progresifitas penurunan GFR, yang dikoreksi per ukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal orang dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml per menit. Stadium penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
1.      Stadium 1
Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraaan) dengan GFR normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90 ml per menit (≥ 75% dari nilai normal).
2.      Stadium 2
GFR Antara 60 sampai 89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan fungsi ginjal.
3.      Stadium 3
GFR Antara 30 sampai 59 ml per menidt (25 sampa9 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus-menerus mengalami kematian.
4.      Stadium 4
GFR Antara 15 dan 29 ml per menit (12-24 dari nilai normal) dengan hanya sedikit nerfron yang tersisa.
5.      Stadium 5
Gagal ginjal stadium lanjut; GFR kurang dari 15 ml per menit (≤ 12% nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan perut dan atrofi tubulus ginjal (Corwin, 2009).

D.    MANIFESTASI KLINIS
1.             Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a.             Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.             Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2.             Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3.             Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.             Sistem kardiovaskuler
·                Hipertensi
·                Pitting edema
·                Edema periorbital
·                Pembesaran vena leher
·                Friction sub pericardial
b.             Sistem Pulmoner
·                Krekel
·                Nafas dangkal
·                Kusmaull
·                Sputum kental dan liat
c.             Sistem gastrointestinal
·                Anoreksia, mual dan muntah
·                Perdarahan saluran GI
·                Ulserasi dan pardarahan mulut
·                Nafas berbau ammonia
d.            Sistem musculoskeletal
·                Kram otot
·                Kehilangan kekuatan otot
·                Fraktur tulang
e.             Sistem Integumen
·                Warna kulit abu-abu mengkilat
·                Pruritis
·                Kulit kering bersisik
·                Ekimosis
·                Kuku tipis dan rapuh
·                Rambut tipis dan kasar
f.              Sistem Reproduksi
·                Amenore
·                Atrofi testis.

E.     PERANGKAT DIAGNOSTIK
1.      Radiograf atau ultrasound akan memeprlihatkan ginjal yang kecil dan atrofi
2.      Nilai BUN serum, dreatinin, dan GFR tidak normal
3.      Hematocrit dan hemoglobin turun
4.      pH plasma rendah
5.      Peningkatan kecepatan pernapasan mengisayaratkan kompensasi pernapasan akibat asidosis metabolic (Corwin, 2009).

F.       PENATALAKSAAN
1.  Pencegahan gagal ginjal adalh tujuan utama. Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik pada penderita diabetes, dan jika mungkin mehgindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama analgesic yang mengandung kodein dan obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan ginjal. Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sestemik dan penyakit lainnya yang dikethui merusak ginjal amat penting.
2.  Untuk gagal ginjal stadium 1, 2, dan 3, tujuan pengobatan adalah memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi asupan protein dan pemberian obat-obatan anti hipertensi. Inhibitor enzim pengubah angiotensin (ACE) terutama membantu dalam memperlambat perburukan.
3.  Renal anemia management period, RAMP diajukan katena adanya hubungan Antara gagal jantung kongestif dan anemia terkait dengan penyakit ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat didiagnosis dini dan pengobatan anemia memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat komplikasi kardiovaskuler, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan eritropoietin manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini terbukti secara dramatis memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi kebutuhan transfuse. Selain itu, rHuEPO memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.
4.  Pada stadium lanjut, terpi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
5.  Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau transplantasi ginjal
6.  Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.





ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGAKAJIAN
Pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal kornis termasuk di bawah ini:
1. Kaji status cairan (berat badan harian, intake dan output, turgor kulit, distensi vena jugularis, TTV, usaha bernapas).
2.  Kaji pola nutrisi (riwayat diet, preferensi makanan, jumlah kalori)
3.  Kaji status nutrisi ( perubahan berat badan, nilai laboratorium)
4.  Kaji pemahanman tentang gagal ginjal, konsekuensi dan pengobatannya
5.  Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap sakit dan pengobatan
6.  Kaji tanda-tanda hyperkalemia.

B.            Diagnosa Keperawatan
1.             Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium
2.             Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori
3.             Resti Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia
4.             Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
5.             Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.

C.           Perencanaan
1.             Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium
Intervensi keperawatan
Rasional
Kaji factor risiko yang mungkin
Untuk mendapatkan data dasar
Monitor and note BP and HR.
Sinus takikardi dan peningkatan tekanan darah terjadi pada tahap awal.
Kaji nafsu makan pasien
Untuk melihat adanya mual dan muntah
Perhatikan intake cairan
Mencegah kelebihan cairan dan memonitor intake output
Bandingkan BB sekarang dan bandingkan dengan BB saat masuk atau BB sebelumnya
Melihat retensi cairan dan mengevaluasi tingakt kelebihan cairan
Kaji adanya krekles pada paru, perubahan pola pernapasan, naps pendek, ortopnea.
Tanda-tanda ini disebabkan oleh penumpukan cairan pada paru-paru
Perhatikan adanya edema
Melihat retensi cairan
Kaji denyut nadi dan adanya bunyi jantung S3.
Bunyi S3 adalah tanda kelebihan volume cairan
Kaji adanya distensi vena jugularis dan asites. Monitor lingkar perut.
Distensi vena jugularis disebabkan oleh peningkatan tekanan vena sentral. Asites terjadi ketika adanya akumulasi cairan pada ruang extravaskuler.
Ukur perubahan lingkar perut
Peningkatan lingkar perut mungkin mengindikasikan peningkatan retensi cairan
Evaluasi perubahan kondisi mental dan keperibadian
Mungkin mengindikasikan edema serebral
Observasi membrane mukosa kulit
Mengevaluasi derajat kelebihan cairan
Ubah posisi pasien setiap beberapa waktu
Mencegah luka tekan
Kaji intake output dan keseimbangan cairan
Melihat fungsi ginjal dan retensi cairan
Tinjau hasil lab seperti BUN, kreatitinin, elektrolit serum.
Memonitor ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
Periksa kembali hasil x-ray
Hasil x-ray yang menunjukan perselubungan awan putih pada paru-paru menunjukan adanya edema interstisial
Batasi intake cairan dan natrium bila diindikasikan
Mengurangi kelebihan dan retensi cairan
Ciptakan suasanan yung tenang dan nyaman
Untuk menghemat energy dan kebutuhan jaringan akan oksigen
Pertimbangkan kebutuhan pemasangan kateter urine.
Pengobatan difokuskan pada diuresis untuk kelebihan cairan. Kateter urin memberikan pengukuran yang lebih akurat mengenai respons terhadap diuretik.


2.      Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, mual, muntah dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
Intervensi Keperawatan
Rasional
Timbang berat badan.
Digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori dan nutrisi.
Kaji riwayat nutrisi pada pasien atau keluarga.
Keluarga mungkin menyediakan informasi yang lebih detail tentang kebiasaan makan pasien, khususnya saat pasien memiliki perubahan persepsi.
Pantau nilai laboratorium
Uji laboratorium berperan penting dalam menentukan status gizi pasien. Nilai abnormal dalam satu studi diagnostik mungkin memiliki banyak kemungkinan penyebab.
  • Serum albumin
Ini menentukan tingkat pengurangan protein (2,5 g / dl menandakan penurunan berat; 3,8 sampai 4,5 g / dl normal)
  • Transferrin
Ini penting untuk transfer zat besi dan biasanya menurun saat protein serum menurun.
  • RBC and WBC counts
Penurunan nilai RBC dan WBC sering terjadi pada malnutrisi, menunjukkan anemia, dan mengurangi ketahanan terhadap infeksi.
  • Serum electrolyte values
Kalium biasanya meningkat, dan natrium biasanya turun dalam malnutrisi.
Pastikan berat badan sehat untuk usia dan tinggi badan. Rujuk ke ahli diet untuk mendapatkan asesmen gizi lengkap dan metode untuk mendapatkan dukungan nutrisi.

Pakar seperti ahli gizi dapat menentukan keseimbangan nitrogen sebagai ukuran status gizi pasien. Keseimbangan nitrogen negatif (kurang dari normal) dapat berarti kekurangan protein. Ahli gizi juga dapat menentukan kebutuhan nutrisi spesifik pasien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup.
Berikan lingkungan yang menyenangkan
Lingkungan yang menyenagkan membantu mengurangi stress dan meningkatkan kenyamanan saat makan.
Lakukan oral higiene
Kebersihan mulut memiliki efek positif pada nafsu makan dan pada selera makanan. Gigi palsu harus bersih, pas nyaman, dan masuk ke mulut pasien untuk mendorong makan.
Jika pasien kekurangan kekuatan, jadwalkan waktu istirahat sebelum makan dan buka bungkus dan potong makanan untuk pasien

Bantuan keperawatan dengan aktivitas hidup sehari-hari (ADLs) akan menghemat energi pasien untuk aktivitas nilai pasien. Pasien yang membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk menyelesaikan makanan mungkin memerlukan bantuan.
Berikan makanan sedikit tapi sering
Makan dengan porsi sedikit tapi sering mengurangi perasaan kekenyangan dan mengurangi stimulus untuk muntah.
Tentukan waktu dimana pasien ada pada puncak rasa lapar. Tawarkan makanan dengan kalori tinggi.

Dorong keluarga untuk membawa makanan dari rumah ke rumah sakit.
Pasien dengan etnis atau agama tertentu mungkin tidak suka dengan makanan dari rumah sakit.
Tawarkan suplemen tinggi protein sesuai kebutuhan dan kapabilitas pasien.
Suplemen semacam itu bisa digunakan untuk meningkatkan kalori dan protein
Hindari minuman berkarbonasi dan berkafein
Minuman ini akan mengurangi rasa lapar dan menyebabkan rasa kenyang awal.
Jaga indeks kecurigaan malnutrisi yang tinggi sebagai faktor penyebab infeksi.

Gangguan imunitas adalah faktor tambahan yang penting dalam infeksi terkait gizi buruk pada semua kelompok usia.
Pertimbangkan kebutuhan akan dukungan nutrisi enteral atau parenteral dengan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan sesuai kebutuhan.
Dukungan nutrisi direkomendasikan pada pasien yang tidak mampu mempertahankan intake nutrisi melalui rute oral. Jika gastrointestinal berfungsi baik, NGT bisa digunakan. Bagi pasien yang tidak bisa menoleransi makan lewat enteral, nutrisi parenteral direkomendasikan.

3.      Resiko tinggi Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.
a)             Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
b)            Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.
c)             Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
d)            Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Rasional: Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.

4.      Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
Kaji terhadap adanya petechie dan purpura
Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri
Lakukan perawat kulit secara benar.
Untuk mencegah injuri dan infeksi
Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
mengurangi pruritis.
Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.








No comments:

Post a Comment