BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan
dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh
kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering
dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang
terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan
mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel,
2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui bagaimana konsep medis ileus obstruksi.
2.
Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1.
Anatomi
dan Fisiologi
Anatomi fisiologi tentang sistem
pencernaan yang meliputi:
a.
Mulut
Mulut adalah permulaan saluran
pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
1)
Bagian luar yang
sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
2)
Rongga
mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan
faring.
b.
Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c.
Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari
faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang
trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma
masuk kedalam abdomen ke lambung.
d.
Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran
pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster.
Bagian-bagian lambung antara lain:
1)
Fundus
ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum
kardium biasanya berisi gas.
2)
Korpus
ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura
minor.
3)
Antrum
pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
4)
Kurtura
minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi
pilorus.
5)
Kurtura
mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
e.
Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antaralambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
1)
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus
dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang
tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dankantung
empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2)
Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus,
di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara
2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan
dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal
dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa
usus halus. Permukaan
epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan
penernaan dan absorpasi
3)
Usus Penyerapan (illeum)
Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara
7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.
f.
Usus besar
Adalah
bagain usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama adalah menyerap air.
Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya
± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
1)
Sekum.
2)
Kolon
asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm
3)
Appendiks
Sering disebut umbai cacing dengan
panjang ± 6 cm.
4)
Kolon
transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai
ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
5)
Kolon
desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah
kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
6)
Kolon
sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah
kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7)
Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
g.
Anus
Anus
adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia
luar.
2.
Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada
aliran normal isi usus sepanjang traktus
interstinal (Nettina, 2001). Obstruksi usus dapat
diartikan sebagai kegagalan usus untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi
dari saluran cerna. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik
yang terjadi pada usus halus maupun usus besar (kolon). Obstruksi usus dapat akut
dengan kronik, partial atau total. Terdapat
2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus
adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi
di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang
disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
3.
Epidemiologi
Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap
tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.
Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap
tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi
ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan
pasien.
4.
Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus
adinamik sering terjadi setelah pembedahan abdomen karena adanya refleks
penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks
penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun
paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering
menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan
peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama
setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan
dengan kelompok usia yang terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi
terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi akibat perlekatan
yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua.
Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah
usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya
mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau
femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus.
Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya
dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan
balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam
sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi
yang terjadi pada anak dan bayi.
a.
Mekanis
1)
Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari
obstruksi mekanik)
2)
Karsinoma
3)
Volvulus
4)
Intususepsi
5)
Obstipasi
6)
Polip
b.
Fungsional (non mekanik)
1)
Ileus paralitik
2)
Lesi medula spinalis
3)
Enteritis regional
4)
Ketidakseimbangan elektrolit
5)
Uremia
5.
Patofisiologi
a.
Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas
terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan
mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan
peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan
tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti,
nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat
peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat
distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari
lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang
akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi
kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan
cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
b.
Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus,
obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan, dan gas berada proksimal
disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat
dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap,
biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apabila
suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian
jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi
lebih lambat dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu mengabsorpsi isi
cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas
normalnya.
6.
Manifestasi
klinis
a.
Obstruksi Usus Halus
1)
Gejala awal biasanya
nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium yang cenderung
bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermitten.
Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus maka
nyeri bersifat konstan.
2)
Klien dapat mengeluarkan
darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
3)
Umumnya gejala
obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi abdomen, tetapi
pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
4)
Pada obstruksi
komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
5)
Apabila obstruksi
terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi
dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi
abdomen.
6)
Jika obstruksi usus
berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock hipovolemia akibat
dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi kadang-kandang dapat meningkat.
Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
7)
Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat. Pada
tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic akan menghilang dan
melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat
dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b.
Obstruksi Usus Besar
1)
Nyeri perut yang
bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah.
2)
Muntah muncul terakhir
terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan obstruksi di sigmoid
dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya dalam satu hari.
3)
Akhirnya abdomen
menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar
melalui dinding abdomen.
4)
Klien mengalami kram
akibat nyeri abdomen bawah. (suratun & lusianah, 2010. Hal. 339 )
7.
Pemeriksaan
Penunjang
a. Laboratorium
Tes
laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50%
obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang
meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya
gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock,
dehidrasi dan ketosis.
b. Radiologik
Adanya
dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step
ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks
tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa
pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun
keganasan.
8.
Komplikasi
a.
Peritonitis karena absorbsi toksin dalam
rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada
intra abdomen.
b.
Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
c.
Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang
tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d.
Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma. (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)
9.
Penatalaksanaan
a.
Obstruksi usus halus
Dekompresi usus melalui
selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila
usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk mengganti
penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap
obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab paling umum
dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah mencakup
perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa
situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis.
Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi
obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.
b.
Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam
kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang
berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan
obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan
sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang
ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah
reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara
atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan
bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.
Menurut Pierce (2006)
penatalaksanaan penting yang dapat dilakukan pada penderita obstruksi usus
adalah:
1)
Dekompresi
usus yang mengalami obstruksi: pasang selang nasogastrik
2)
Ganti kelilangan
cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan suplemen K+
3)
Pantau
pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu, nadi, dan
napas regular, pemeriksaan darah.
4)
Minta
pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin
5)
Hilangkan
obstruksi dengan pembedahan jika:
a)
Penyebab
dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma kolon)
b)
Pasien
tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya obstruksi
akibat adhesi); atau
c)
Terdapat
tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Keluhan
utama
Biasanaya
klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah, dan
tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
1)
Perubahan
BAB sejak kapan? (frekunsi, jumlah, karakteristik)
2)
Sakit
perut? Kembung?
3)
Mual,
muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
4)
Demam?
5)
Bisa
flatus?
6)
Apakah
diberi obat sebelum masuk RS?
c.
Riwayat
penyakit dahulu
1)
Ada
atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus?
2)
Riwayat
pernah dioperasi pada daerah abdomen?
3)
Apakah
ada riwayat hernia?
4)
Apakah
pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d.
Pemeriksaan
fisik
1)
Inspeksi
a)
Apakah
klien tampak sakit, meringis
b)
Ada
muntah? Kaji warna dan karakteristik.
Biasanya muntah fekal
c)
kelihatan
sulit bernapas karena kembung?
d)
Distensi
abdomen
e)
Tonjolan
seperti bengkak pada abdomen
2)
Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi
obstruksi, kemudian bising usus berhenti.
3)
Perkusi.
timpany
4)
Palpasi.
Nyeri tekan
e.
Pengkajian
pola Gordon
1)
Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan
dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan
ambulasi
2)
Sirkulasi
Gejala : Takikardia,
pucat, hipotensi ( tanda syok)
3)
Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen,
ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan
warna urine dan feces
4)
Makanan atau cairan
Gejala :
anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna
hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
5)
Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri
abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda :
Distensi abdomen dan nyeri tekan
6)
Pernapasan
Gejala :
Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda
: Napas pendek dan dangkal
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan nyeri dan distensi abdomen
b.
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
c.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorpsi
d.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus
e.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
3.
Intervensi
a.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan nyeri dan distensi abdomen ditandai dengan: nafas pendek dan dangkal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pola napas klien kembali efektif
Criteria hasil:
1) RR
dalam batas normal (16-20x/menit)
Intervensi:
1) Pantau
frekuensi dan kedalaman pernapasan klien
Rasional: distensi abdomen dan
nyeri dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Distensi abdomen dapat menekan diafragma sehingga menghambat ekspansi paru.
2) Kaji
tanda-tanda vital
Rasional: Peningkatan RR dan
takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
3) Berikan
posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler memungkinkan organ
abdomen menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru obtimal.
4) Ajarkan
klien teknik relaksasi napas dalam untuk memperbaiki pola pernapasan
Rasional: agar pola pernapasan
dapat dikontrol dan meningkatkan pengambilan oksigen
5) Berikan
oksigen sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan jumlah
oksigen yang dihirup
b.
Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktiv
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam diharapkan kekurangan
volume cairan dapat dicegah
Criteria
Hasil:
1) Tidak
mengalami haus yang tidak normal
2) memmbran mukosa lembab
3) Konsentrasi
urin normal (1.015-1.03 g/ml)
4) Hematokrit
dalam batas normal (40-48 % pria ; 37-43 % wanita)
Intervensi:
1) Pantau
frekuensi kehilangann cairan pasien.
Rasional: sebagai data dasar untuk melakukan
intervensi selanjutnya.
2) Kaji
pasien adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane
mukosa kering.
Rasional: mengindikasikan berlanjutnya hipovolemik
dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
3)
Berikan perawatan mulut secara teratur.
Rasional: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman dan mempertahankan
membrane mukosa dari kerusakan.
4) Tingkatkan
asupan oral, misalnya sediakan jus/es kesukaan pasien.
Rasional: asupan cairan melalui oral sangat penting
untuk menggantikan cairan yang hilang.
5) Berikan
penjelasan kepada keluarga mengenai pentingnya intake cairan dalam kondisi
seperti ini.
Rasional: menambah pengetahuan klien agar klien
dapat lebih kooperatif dan dapat berpartisipasi dalam perawatan.
6) Kolaborasi
berikan cairan 0,9 % NaCl (normal salin) atau ringer laktat
Rasional: sebagai cairan/elektrolit pengganti untuk mengatasi
kekurangan cairan.
c.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorpsi ditandai dengan: nyeri abdomen, cepat sekali kenyang
setelah makan.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam diharapkan nutrisi klien seimbang
Criteria hasil:
1)
Berat badan stabil
2)
Bising usus kembali normal 6-12x/menit
3)
Kembung dan distesi abdomen menurun
Intervensi:
1) Kaji kebutuhan nutrisi klien
Rasional : Dengan mengetahui
kebutuhan nutrisi klien dapat diamati sejauh mana kekurangan nutrisi pada
klien dan tindakan selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda
kekurangan nutrisi
Rasional : Untuk mengetahui
sejauh mana kekurangan nutrisi akibat muntah yang berlebiahan.
3) Anjurkan pembatasan
aktivitas selama fase akut.
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
4) Evaluasi secara berkala
kondisi motilitas usus
Rasional: Sebagai
data dasar untuk pemberian asupan nutrisi.
5) Jika obstruksi sangat parah,
hindari intake secara oral.
Rasional: jika obstruksi parah, intake oral dapat
memperparah lagi distensi abdomen
6) Berikan nutrisi parenteral.
Rasional: nutrisi parenteral tidak menyebabkan
distensi abdomen
7) Beri makanan dalam porsi
kecil tapi sering
Rasional : makanan dalam porsi kecil dapat mengurangi pemenuhan lambung dan mengurangi pemenuhan usus dan mengurangi kerja peristaltik usus serta memudah kan penyerapan makanan.
Rasional : makanan dalam porsi kecil dapat mengurangi pemenuhan lambung dan mengurangi pemenuhan usus dan mengurangi kerja peristaltik usus serta memudah kan penyerapan makanan.
8) Berikan perawatan oral.
Rasional: Rasa tak enak, bau
pada mulut dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual dan muntah.
9) Berikan
stimulant permen karet.
Rasional: Pada suatu
studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa
mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian
makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pasca bedah setelah
laparoskopi colectomy. 19 pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy
secara acak. 10 pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan 9 untuk
kelompok control. Pada kelompok yang mendapat makanan palsu berupa permen karet
dengan durasi 3x sehari pada hari pertama pasca operasi.
Terjadi flatus lebih cepat pada kelompok yang mendapat makanan palsu permen
karet daripada di kelompok control.
10) Kolaborasi
dengan ahli gizi mengenai jenis nitrisi yang akan digunakan pasien.
Rasional: Ahli gizi
harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan
sesuai dengan kebutuhan individu.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus
ditandai dengan: ekspresi meringis, klien mmengeluh merasa nyeri pada daerah
abdomen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri teratasi atau terkontrol
Criteria hasil:
1)
Pasien
mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan
2)
menyatakan
nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
3)
Menunjukanan
tindakan pengendalian nyeri
Intervensi:
1)
Kaji
nyeri dengan teknik PQRST
Rasional:
Memantau dan
memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam
melakukn intervensi selanjutnya.
2)
Pertahankan
tirah baring pada posisi yang nyaman
Rasional:
Tirah baring mengurangi
penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.
3)
Ajarkan
teknik relaksasi atau distraksi seperti mendengarkan music atau menonton tv
Rasional:
membantu klien merasa lebih rileks hingga nyeri dapat berkurang
4)
Kolaborasi
pemberian analgetik
Rasional:
Obat-obatan
analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
e.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
ditandai dengan rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan, mengungkapkan
kekhawatiran.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan ansietas berkurang
Criteria hasil:
1)
Klien akan menggunakan teknik relaksasi untuk meredahkan ansietas
Intervensi:
1)
Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional: Mengetahui
kemampuan koping individu
2) Sediakan waktu untuk mendengarkan ungkapkan ansietas dan
rasa takut; berikan penenangan.
Rasional: klien akan
merasa lebih tenang jika didengar. hubunngan saling percaya dapat terjalin
dengan klien.
3)
Pertahankan
lingkungan yang tenang
Rasional: lingkungan
yang tenang membuat klien lebih rileks dan dapat menurunkan ansietas
4)
Sediakan pengalihan melalui televisi,
radio, permainan untuk menurunkan ansietas
Rasional:
mmengalihkan pikiran klien dari stress dan ansietas
5)
Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan
penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
Rasional: Keterlibatan
pasien dalam perencanaan perawatan dapat memberikan rasa kontrol dan membantu
menurunkan ansietas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Obstruksi usus adalah gangguan pada
aliran normal isi usus sepanjang traktus
interstinal yang disebabkan oleh factor mekanik atau nonmekanik (fungsional).
Manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah adanya sakit yang hebat pada
abdomen, mual, muntah. Peneeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan foto rontgen abdomen. Penatalaksanaan yang penting yang harus
dilakukan adalah pemberian cairan yang hilang melalui muntah, dekompresi usus,
dan tindakan operasi bila ada indikasi. Adapun masalah keperawatan yang muncul
pada klien dengan obstruksi usus adalah Ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen, Risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi, Nyeri
akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus, dan Ansietas berhubungan dengan
perubahan dalam status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku
Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip
Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006.
At a Glance Ilmu Bedah. Edisi III, Penerbit Erlangga: Jakarta
Buku saku Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern.
2012, Buku
Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC
(Edisi 9). Jakarta:
ECG
No comments:
Post a Comment