Thursday, 17 April 2014

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Obstruksi Usus

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.


B.   Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui bagaimana konsep medis ileus obstruksi.
2.      Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.





BAB II
PEMBAHASAN


A.   KONSEP DASAR MEDIS
1.     Anatomi dan Fisiologi

Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:     
a.       Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
1)      Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
2)      Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
b.      Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c.       Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
d.      Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
1)      Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
2)      Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.
3)      Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
4)      Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
5)      Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
e.       Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antaralambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1)      Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneumpH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dankantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2)      Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
3)      Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

f.       Usus besar
Adalah bagain usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama adalah menyerap air.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
1)      Sekum.
2)      Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm
3)      Appendiks
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4)      Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ±      28 cm.
5)      Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
6)      Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7)      Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
g.      Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.

2.     Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus interstinal (Nettina, 2001). Obstruksi usus dapat diartikan sebagai kegagalan usus untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada usus halus maupun usus besar (kolon). Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.  Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.

3.     Epidemiologi
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif.  Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

4.     Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan abdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada anak dan bayi.
a.       Mekanis
1)      Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
2)      Karsinoma
3)      Volvulus
4)      Intususepsi
5)      Obstipasi
6)      Polip
b.      Fungsional (non mekanik)
1)      Ileus paralitik
2)      Lesi medula spinalis
3)      Enteritis regional
4)      Ketidakseimbangan elektrolit
5)       Uremia

5.     Patofisiologi
a.    Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
b.    Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan, dan gas berada proksimal disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas normalnya.

6.     Manifestasi klinis
a.       Obstruksi Usus Halus
1)      Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus maka nyeri bersifat konstan.
2)      Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
3)      Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
4)      Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
5)      Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
6)      Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
7)      Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic akan menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b.      Obstruksi Usus Besar
1)      Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2)      Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya dalam satu hari.
3)      Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4)      Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (suratun & lusianah, 2010. Hal. 339 )

7.     Pemeriksaan Penunjang
a.       Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
b.      Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.


8.     Komplikasi
a.       Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b.      Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
c.       Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d.      Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)

9.     Penatalaksanaan
a.    Obstruksi usus halus
Dekompresi usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk mengganti penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.
b.    Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.
Menurut Pierce (2006) penatalaksanaan penting yang dapat dilakukan pada penderita obstruksi usus adalah:
1)      Dekompresi usus yang mengalami obstruksi: pasang selang nasogastrik
2)      Ganti kelilangan cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan suplemen K+
3)      Pantau pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu, nadi, dan napas regular, pemeriksaan darah.
4)      Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin
5)      Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
a)      Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma kolon)
b)      Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya obstruksi akibat adhesi); atau
c)      Terdapat tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.


B.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.     Pengkajian
a.    Keluhan utama
Biasanaya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah, dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b.    Riwayat penyakit sekarang
1)   Perubahan BAB sejak kapan? (frekunsi, jumlah, karakteristik)
2)   Sakit perut? Kembung?
3)   Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
4)   Demam?
5)   Bisa flatus?
6)   Apakah diberi obat sebelum masuk RS?
c.    Riwayat penyakit dahulu
1)   Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus?
2)   Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
3)   Apakah ada riwayat hernia?
4)   Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d.   Pemeriksaan fisik
1)   Inspeksi
a)    Apakah klien tampak sakit, meringis
b)   Ada muntah?  Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah fekal
c)    kelihatan sulit bernapas karena kembung?
d)   Distensi abdomen
e)    Tonjolan seperti bengkak pada abdomen
2)   Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus berhenti.
3)   Perkusi. timpany
4)   Palpasi. Nyeri tekan
e.    Pengkajian pola Gordon
1)   Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda  : Kesulitan ambulasi
2)   Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3)   Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda  : Perubahan warna urine dan feces
4)   Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
5)   Nyeri atau Kenyamanan
Gejala  : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda   : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6)   Pernapasan
Gejala   : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda    : Napas pendek dan dangkal

2.     Diagnosa Keperawatan
a.    Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen
b.    Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c.    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi
d.   Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus
e.     Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan


Penyimpangan KDM        

          







3.     Intervensi
a.       Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen ditandai dengan: nafas pendek dan dangkal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola napas klien kembali efektif
Criteria hasil:
1)      RR dalam batas normal (16-20x/menit)
Intervensi:
1)   Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan klien
Rasional: distensi abdomen dan nyeri dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan. Distensi abdomen dapat menekan diafragma sehingga menghambat ekspansi paru.
2)   Kaji tanda-tanda vital
Rasional: Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
3)   Berikan posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler memungkinkan organ abdomen menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru obtimal.
4)   Ajarkan klien teknik relaksasi napas dalam untuk memperbaiki pola pernapasan
Rasional: agar pola pernapasan dapat dikontrol dan meningkatkan pengambilan oksigen
5)   Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan jumlah oksigen yang dihirup

b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktiv
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan dapat dicegah

Criteria Hasil:
1)   Tidak mengalami haus yang tidak normal
2)    memmbran mukosa lembab
3)   Konsentrasi urin normal (1.015-1.03 g/ml)
4)   Hematokrit dalam batas normal (40-48 % pria ; 37-43 % wanita)
Intervensi:
1)      Pantau frekuensi kehilangann cairan pasien.
Rasional: sebagai data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya.
2)      Kaji pasien adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
Rasional: mengindikasikan berlanjutnya hipovolemik dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
3)        Berikan perawatan mulut secara teratur.
Rasional: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman dan mempertahankan membrane mukosa dari kerusakan.
4)      Tingkatkan asupan oral, misalnya sediakan jus/es kesukaan pasien.
Rasional: asupan cairan melalui oral sangat penting untuk menggantikan cairan yang hilang.
5)      Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai pentingnya intake cairan dalam kondisi seperti ini.
Rasional: menambah pengetahuan klien agar klien dapat lebih kooperatif dan dapat berpartisipasi dalam perawatan.
6)      Kolaborasi berikan cairan 0,9 % NaCl (normal salin) atau ringer laktat
Rasional: sebagai cairan/elektrolit pengganti untuk mengatasi kekurangan cairan.

c.       Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi ditandai dengan: nyeri abdomen, cepat sekali kenyang setelah makan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam diharapkan nutrisi klien seimbang
Criteria hasil: 
1)      Berat badan stabil
2)      Bising usus kembali normal 6-12x/menit
3)      Kembung dan distesi abdomen menurun
Intervensi:
1)      Kaji kebutuhan nutrisi klien
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan nutrisi klien dapat diamati sejauh mana kekurangan nutrisi pada klien dan tindakan selanjutnya.
2)      Observasi tanda-tanda kekurangan nutrisi
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana kekurangan nutrisi akibat muntah yang berlebiahan.
3)      Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
4)      Evaluasi secara berkala kondisi motilitas usus
Rasional: Sebagai data dasar untuk pemberian asupan nutrisi.
5)      Jika obstruksi sangat parah, hindari intake secara oral.
Rasional: jika obstruksi parah, intake oral dapat memperparah lagi distensi abdomen
6)      Berikan nutrisi parenteral.
Rasional: nutrisi parenteral tidak menyebabkan distensi abdomen
7)      Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : makanan dalam porsi kecil dapat mengurangi pemenuhan lambung dan mengurangi pemenuhan usus dan mengurangi kerja peristaltik usus serta memudah kan penyerapan makanan.
8)      Berikan perawatan oral.
Rasional: Rasa tak enak, bau pada mulut dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual dan muntah.
9)      Berikan stimulant permen karet.
Rasional: Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pasca bedah setelah laparoskopi colectomy. 19 pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy secara acak. 10 pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan 9 untuk kelompok control. Pada kelompok yang mendapat makanan palsu berupa permen karet dengan durasi 3x sehari pada hari pertama pasca operasi. Terjadi flatus lebih cepat pada kelompok yang mendapat makanan palsu permen karet daripada di kelompok control.
10)  Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nitrisi yang akan digunakan pasien.
Rasional: Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
                                       
d.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus ditandai dengan: ekspresi meringis, klien mmengeluh merasa nyeri pada daerah abdomen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri teratasi atau terkontrol
Criteria hasil:
1)      Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan
2)      menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
3)      Menunjukanan tindakan pengendalian nyeri
Intervensi:
1)      Kaji nyeri dengan teknik PQRST
Rasional: Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
2)      Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman
Rasional: Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.
3)      Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi seperti mendengarkan music atau menonton tv
Rasional: membantu klien merasa lebih rileks hingga nyeri dapat berkurang
4)      Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan

e.       Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan, mengungkapkan kekhawatiran.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan ansietas berkurang
Criteria hasil:
1)      Klien akan menggunakan teknik relaksasi untuk meredahkan ansietas
Intervensi:
1)      Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional: Mengetahui kemampuan koping individu
2)      Sediakan waktu untuk mendengarkan ungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.
Rasional: klien akan merasa lebih tenang jika didengar. hubunngan saling percaya dapat terjalin dengan klien.

3)      Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional: lingkungan yang tenang membuat klien lebih rileks dan dapat menurunkan ansietas
4)      Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan untuk menurunkan ansietas
Rasional: mmengalihkan pikiran klien dari stress dan ansietas
5)      Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
Rasional: Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan dapat memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.









BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus interstinal yang disebabkan oleh factor mekanik atau nonmekanik (fungsional). Manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah adanya sakit yang hebat pada abdomen,  mual, muntah.  Peneeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen abdomen. Penatalaksanaan yang penting yang harus dilakukan adalah pemberian cairan yang hilang melalui muntah, dekompresi usus, dan tindakan operasi bila ada indikasi. Adapun masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan obstruksi usus adalah Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen, Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi, Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus, dan Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan









DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi III, Penerbit Erlangga: Jakarta
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG



No comments:

Post a Comment