Dalam
menjalankan peran, tugas, dan fungsi keperawatan, penentuan diagnose merupakan
hal penting. Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan
interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian. Diagnosis keperawatan
memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien dimana
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Masalah
yang paling sering ditemukan dalam perawatan pasien adalah masalah nyeri.
Dengan adanya keluhan nyeri dari pasien perawat dapat mengangkat diagnosa nyeri
dan membuat intervensi untuk menyelesaikan masalah pasien. Dalam buku diagnosis
NANDA, terdapat 3 macam nyeri: yaitu Nyeri Akut, Nyeri Kronis dan Nyeri
Persalinan. Diagnosa Nyeri Persalinan diangkat saat pasien mengalami nyeri saat
sedang melahirkan. Namun untuk penggunaan diagnosa Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
masih banyak perawat ataupun mahasiswa keperawatan yang belum paham betul apa perbedaan
keduanya. Kebanyakan kita menganggap perbedaan kedua diagnoasa ini hanya
terletak pada durasi dimana nyeri akut terjadi tiba-tiba atau dalam waktu <
3 bulan dan nyeri kronis terjadi lambat dan lama < 3 bulan.
Dalam
pengalaman praktik klinik selama menjadi mahasiswa keperawatan saya banyak melihat
baik pada teman2 mahasiswa bahkan yang sudah perawat mengangkat diagnosa nyeri
akut maupun nyeri kronis namun ketika mereka membuat rencana tindakan
keperawatan, rencana untuk kedua diagnosis ini sama saja, tidak ada perbedaan. Rencana
yang dibuat seperti: pengkajian nyeri; manajemen nyeri non farmakologi seperti
distraksi dan relaksasi; dan kolaborasi pemberian analgetik. Apakah hal ini benar? Bahwa perbedaan Nyeri
akut dan Nyeri Kronis hanya terletak pada definisi diagnosa dan sama pada
intervensi? Mari kita lihat perbedaan lebih jelasnya.
Terdapat 3 perbedaan:
1.
Perbedaan Definisi Diagnosa
NANDA
International 2015-2017 mendefinisikan Nyeri Akut sebagai pengalaman sensori
dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual
atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi. Sedangkan Nyeri
Kronis didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat, terjadi
konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari 3 bulan. Dari definisi tersebut kita melihat bahwa
perbedaan kedua diagnosa tersebut terletak pada awitan dan durasi dimana nyeri
akut memiliki akhir yang dapat diantispasi atau diprediksi sedangkan nyeri
kronis terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi.
Perbedaan
juga terletak pada factor yang
berhubungan atau penyebab terjadinya nyeri. Pada Nyeri Akut factor
penyebabnya adalah agens cedera baik fisik, biologis, maupun kimia. Sedangkan
untuk nyeri kronis, penyebabnya lebih luas bukan hanya oleh agens cedera tapi
juga oleh factor lain seperti gangguan genetic, gangguan imun, gangguan
metabolic gangguan saraf, malnutrisi, juga usia yang >50 tahun. Factor
psikologis juga berhubungan dengan nyeri kronis seperti riwayat penganiayaan
dan isolasi sosial.
Selain
itu perbedaannya terletak pada batasan karakteristik atau tanda dan gejala.
Pada nyeri akut, gejala yang ditemukan yaitu adanya laporan secara verbal bahwa
pasien merasa nyeri. Tanda yang ditemukan lebih
mengarah ke respon fisik yaitu
respon saraf simpatis atau parasimpatis seperti perubahan pada TTV, ukuran
pupil, dan diaphoresis. Sedangkan untuk nyeri kronis gejalah yang muncul berupa
depresi dan keletihan, serta rasa takut nyeri kembali. Tanda yang ditemukan lebih mengarah ke respon psikologis seperti perubahan perilaku seperti perubahan
kemampuan beraktifitas, perubahan pola tidur, penurunan interaksi bahkan
penurunan berat badan.
2.
Perbedaan Tujuan/Kriteria Hasil/Outcome
(NOC)
Tujuan
adalah pernyatan dan perilaku pasien yang dapat diukur dan diobservasi. Pada Nyeri
Akut hasil NOC diarahkan pada tiga hal yaitu tingkat kenyamanan, tingkat nyeri,
dan penendalian nyeri. Sedangkan untuk Nyeri Kronis hasil NOC diarahkan bukan
hanya pada ketiga hal diatas tapi juga pada hal lain seperti tingkat depresi, pengendalian
diri terhadap depresi, respon simpang
psikologis, dan efek merusak dari nyeri kronis seperti gangguan konsentrasi dan
gangguan perawatan diri. Jadi dapat dikatakan bahwa pada Nyeri Akut tujuan lebih diarahkan pada masalah fisik sedangkan pada Nyeri
Kronis lebih diarahkan selain pada masalah fisik tapi juga pada masalah psikologis akibat nyeri yang
lama.
3.
Perbedaan Intervensi
Dalam buku NANDA NIC NOC
Edisi 9 intervensi untuk Nyeri Akut berupa pamberian analgesic, manajemen
medikasi, manajemen nyeri, dan manajemen sadasi. Sedangkan untuk Nyeri Kronis
selain keempat intervensi diatas terdapat intervensi untuk masalah psikologis
seperti intertvensi modifikasi perilaku, restrukturisasi kognotif, peningkatan
koping, dan manajemen alam perasaan. Jadi dapat dikatakan bahwa intervensi
untuk Nyeri Akut diarahkan untuk menangani masalah atau respon fisik
yang ditumbulkan akibat nyeri. Sedangkan intervensi untuk Nyeri Kronis selain
untuk masalah atau respon fisik tapi juga untuk mengangani masalah psikologis
juga gangguan aktivitas sehari-hari yang muncul akibat nyeri yang
berkepanjangan.
Dari
penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa diagnosis Nyeri Akut dan Nyeri
Kronis jelas berbeda baik pada definisi diagnosa maupun pada rencana
keperawatan atau intervensi. Jika perbedaan hanya terletak pada definisi
diagnosa mengapa NANDA repot-repot membedakan diagnosis ini, mengapa tidak
Nyeri saja yang menjadi diagnosa, mengapa nyeri harus dibagi akut dan kronis
jika intervensinya sama saja. Nyeri akut dan Nyeri Kronis harus dibedakan
karena focus keperawatan untuk masing-masing diagnosis tersebut berbeda
(NANDA-I, 2009). Kim et al (1984) mengatakan diagnosa keperawatan memberikan
dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti dimana perawat bertanggung
jawab di dalamnya. Maka jika NANDA International membagi nyeri menjadi kronis
dan akut itu artinya kedua diagnosis tersebut memiliki focus terapi yang
berbeda karena seperti yang dikatakan Kim et al bahwa diagnosis adalah dasar pemilihan terapi/intervensi. Beda diagnosis,
beda pula dasar dalam memilih intervensi, maka intervensi akan berbeda pula. Inilah
mengapa NANDA International membagi nyeri menjadi akut dan kronis, yaitu karena
keduanya memiliki focus dan intervensi yang berbeda.
Nyeri
akut bisanya merupakan masalah kolaborasi yang biasanya ditangani dengan pemberian
analgesic narkotik. Terdapat lebih sedikit intervensi keperawatan mandiri untuk
nyeri akut, seperti mengajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam atau
membebat area insisi operasi saat bergerak, namun hal ini saja tidak adekuat
dalam mengurangi rasa nyeri. Perawat mempunyai lebih banyak intervensi mandiri
dan lebih berperan aktiv dalam manajemen nyeri kronis.
Diharapkan
penjelasan diatas dapat meruba pandangan kita akan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
sehingga kita mampu membedakannya dan mampu memberikan intervensi yang tepat. Diharapkan
tidak ada lagi perawat atau mahasiswa keperawatan yang mengangkat diagnosa
nyeri kronis namun menyusun intervensi yang sama dengan intervensi nyeri akut. Semoga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih
No comments:
Post a Comment