BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
Graves merupakan penyakit kelenjar tiroid yang sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah
adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi
kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta
-meskipun jarang- disertai dermopati. Selain penyakit Graves, yang merupakan
penyebab paling sering, penyebab lain tirotoksikosis ialah struma multinodosa
toksik, adenoma toksik, tiroiditis, dan pemberian obat-obatan.
Patogenesis penyakit
Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian, diduga
faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme -yang belum
diketahui secara pasti- meningkatnya risiko menderita penyakit Graves.
Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam
penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor
TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone – Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar
bervariasi.
Pengobatan penyakit
Graves idealnya ditujukan langsung pada penyebabnya. Tetapi, mengingat dasar
penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang belum diketahui pasti
penyebabnya, maka pengobatan penyakit Graves dilakukan melalui berbagai
pendekatan, yaitu merusak/mengurangi massa kelenjar tiroid, menghambat produksi
dan pengeluaran hormon tiroid serta mengeliminasi efek hormon tiroid di
perifer, sekaligus menekan proses autoimun.
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Mampu
menjelaskan tentang konsep medis pada Penyakit Grave.
2.
Mampu
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Penyakit Grave.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
DASAR MEDIS
1.
Pengetian
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa
tahun1830.
Penyakit
graves, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah ganggguan auto imun yang
bisanya ditandai dengan produksi autoantibody yang mirip kerja TSH pada
kelenjar tiroid. Auto antibody igG ini, yang disebut tiroid stimulating
immunoglobulin, menstimulasi produksi TH, namun tidak dihammbat oleh kadar TH
yang meningkat. Kadar TSH dan TH rndah karena keduanya dihambat oleh kadar TH
yang tinggi. Penyebab penyakit graves tidak diketahui; akan tetapi, tampak
terdapat predisposisi genetic pada penyakit autoimun.
2.
Etiologi
Penyebab
penyakit grave tidak diketahui ; akan tetapi tampak predisposisi genetic pada
penyakit auto imun. Reaksi silang tubuh terhadap
penyakit virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama
seperti postulat terjadinya diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang
digunakan untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam
diet dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin
dapat menyebabkan penyakit ini.
3.
Patofisiologi
Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan
autoimun hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan
karena produksi autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak
pada sel folikuler tiroid ( sel yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi
sel tiroid sama seperti TSH yang menyebabkan peningkatan produksi dari hormon
tiroid. Opthalmopathy infiltrat ( gangguan mata karena tiroid) sering terjadi
yang tampak pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital. Penyebab
peningkatan produksi dari antibodi tidak diketahui. Infeksi virus mungkin
merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan reseptor TSH manusia. Ini
tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves disease, sebagian besar
orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas antibodi dari
reseptor TSH yang bersifat genetik
4.
Manifestasi klinis
a. Peningkatan
frekuensi jantung
b. Peninngkatan
tonus otot, tremor, iratabilitas, peningkatan sensitifitas terhadap
katekolamin.
c. Peningktan
laju metabolism basal dan produksi panas, intoleransi terhadap panas, keringat
berlebihan.
d. Penurunan
berat badan, peningkatan rasa lapar.
e. Melotot
f. Dapat
terjadi eksoftalmus (penonjulan bola mata).
g. Peningkatan
frekunsi buang air besat.
h. Gondok
(biasanya), yaitu peningtan ukuran kelenjar tiroid.
i.
Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat
terjadi.
5.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat memahami hasil-hasil
laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui
mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan
kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti
L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan
thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka
produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi,
maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap
reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi
hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi
tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar
hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak
terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring
paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive
(TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L.
Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free
T-4/FT-4).(1,2,3)
Pemeriksaan
penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan
diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes
supresi tiroksin.
6.
Komplikasi
a. Aritmia
biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan merupakan gejalah
yang terjadi pada gangguan tersebut.
Setiap individu yang mengeluhkan artmia harus dievaluasi untuk
mengetahui terjadinya gangguan tiroid.
b. Komplikasi
yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik (badai tiroid), yang dapat terjadi
secara spontan pada pasien hipertiroidisme yang menjalani terpi atau selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang tadak
terdiagnosis hiipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang
sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai
106°F) dan apabila tidak diobati, terjadi kematian.
7.
Penatalaksanaan
Pengobatan
terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid (OAT), yodium
radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid).
Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti
methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari
hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan merupakan salah
satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati dengan methimazole
atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin
dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien
tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin
selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap
reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.
Pengobatan
dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau lebih,
hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah
pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada
adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi
per oral.
Tiroidektomi
subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi operasi
adalah :
a.
Pasien
umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT
b.
Pada
wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.
c.
Alergi
terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.
d.
Adenoma
toksik atau struma multinodular toksik.
e.
Pada
penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
o
Gejala: insomnia, sensitivitas
meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
o
Tanda: Atrofi otot.
o
b.
Sirkulasi
o
Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina)
o
Tanda: disritmia (Fibrilasi atrium),
irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat,
takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
c.
Eliminasi
o
Gejala: urine dalam jumlah banyak,
perubahan dalam feses (diare)
d.
Integritas ego
o
Gejala: Mengalami stres yang berat
baik emosional maupun fisik
o
Tanda: Emosi labil (euforia sedang
sampai delirium), depresi
e.
Makanan / cairan
o
Gejala: Kehilangan berat badan yang
mendadak, nafsumakan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah
o
Tanda: Pembesaran tiroid, goiter,
edema non pitting terutama daerah pretibial
f.
Neurosensori
o
Tanda: Bicaranya cepat dan parau,
gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah,
peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan,
tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif reflekstendon
dalam (RTD)
g.
Nyeri / kenyamanan
o
Gejala: nyeri orbital, fotofobia
h.
Pernafasan
o
Tanda: frekuensi pernafasan
meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis)
i.
Keamanan
o
Gejala: tidak toleransi teradap
panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada
pemeriksaan)
o
Tanda: suhu meningkat di atas
37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat,
lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus,
lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah
j.
Seksualitas
o
Tanda: penurunan libido, hipomenore,
amenore dan impoten
k.
Penyuluhan / pembelajaran
o
Gejala: adanya riwayat keluarga yang
mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau
pengobatan antitiroid, dihentikan terhadappengobatan antitiroid, dilakukan
pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yangmenyebabkan
hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru
terjadi (pneumonia), trauma, pemeriksaan rontgen foto dengan kontras
Penyimmpangan KDM
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
b.
Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan status hipermetabolik
c.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
d.
Diare
berhubungan dengan bising usus hiperaktif
3.
Intervensi
Keperawatan
a.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien dapat n mempertahankan
curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
kriteria hasil
:
tanda vital stabil, denyut nadi
perifer normal, pengisisan kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
Intervensi :
1)
Pantau
tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan.
Perhatikan besarnya tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
Perhatikan besarnya tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
2)
Periksa/teliti
kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
3)
Kaji
nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.
4)
Auskultasi
suara jantung, perhatikan adanya bunyi
jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.
Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
5)
Pantau
EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya disritmia.
Rasional : Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapat membahayakan fungsi jantung atau curah jantung.
Rasional : Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapat membahayakan fungsi jantung atau curah jantung.
6)
Berikan
cairan iv sesuai indikasi.
Rasional : Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik.
Rasional : Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik.
7)
Berikan
O2 sesuai indikasi
Rasional : Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut.
Rasional : Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut.
b.
Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan status hipermetabolik
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekurangan
volume cairan dapat dicegah
Criteria
Hasil:
Tidak
mengalami haus yang tidak normal, memmbran mukosa lembab
Intervensi:
1) Pantau
frekuensi kehilangann cairan pasien.
R: sebagai data dassaar intuk
melakukan intervvensi selanjutnya
2) Kaji
pasien adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane
mukosa kering
R: untuk mengindikasikan
berlanjutnya hipovolemik dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
3)
Berikan perawatan mulut secara teratur.
R: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman dan mempertahankan
membrane mukosa dari kerusakan
4) Kolaborasi
berikan cairan 0,9 % NaCl (normal salin)
R:
sebagai cairan pengganti untuk mengatasi kekurangan cairan dan Natrium
c.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan
Kriteria Hasil :
Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas
normal, memiliki nilai-nilai laboratorium (misalnya: Transferin,albumin, dan
elektrolit) dalam batas normal.
Intervensi :
1)
Kaji jenis makanan yang disukai pasien.
Rasional : memberikan makanan kesukaan dapat meningkatkan nafsu makan
klien sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan
2)
Timbang berat badan pasien pada
interval yang tepat.
Rasional : untuk melihat keefektifan
intervensi terhadap peningkatan berat badan
3)
Berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Rasional :
4)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Rasional: ahli gizi dapat secara
tepat menentukan zat gizi yang dibutuhkan pasien
d.
Diare
berhubungan dengan bising usus hiperaktif
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan diare dapat dikendalikan atau dihilangkan dengan
Kriteria Hasil :
Mematuhi ketentuan diet untuk mengurangi diare,
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam batas normal dan terhidrasi dengan
baik.
Intervensi :
1)
Pantau
nilai laboratorium (Elektrolit, hitung darah lengkap) dan laporkan adanya
abnormalitas.
Rasional : melihat seberapa besar
cairan/elektrolit yang hilang akibat dehidrasi
2)
Timbang
berat badan pasien setiap hari.
Rasional : diaare dapat
menyebabkann penurunan BB
3)
Kaji
dan dokumentasikan turgor kulit dan kondisi mukosa mulut
Rasional :
sebagai indikator dehidrasi.
4)
Ajarkan
pasien untuk
menghindari susu, kopi, makanan pedas
dan makanan yang dapat mengiritasi saluran cerna
Rasional : menambah pengetahuan
pasien agar pasien lebih kooperatif
5)
Konsultasikan
pada dokter jika tanda dan gejala diare
menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat
R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932
Noer S, dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. FKUI, Jakarta, 1996. Hal 766 – 72
Leksana, Mirzanie H.
Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta, 2005.
Buku saku
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014
– NANDA International
Judith M. Wilkinson,
Nancy R. Ahern. 2012,
Buku Saku
Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC
(Edisi 9). Jakarta: ECG
No comments:
Post a Comment