Monday, 10 February 2014

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Grave

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit Graves merupakan penyakit kelenjar tiroid yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta -meskipun jarang- disertai dermopati. Selain penyakit Graves, yang merupakan penyebab paling sering, penyebab lain tirotoksikosis ialah struma multinodosa toksik, adenoma toksik, tiroiditis, dan pemberian obat-obatan.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme -yang belum diketahui secara pasti- meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone – Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.
Pengobatan penyakit Graves idealnya ditujukan langsung pada penyebabnya. Tetapi, mengingat dasar penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang belum diketahui pasti penyebabnya, maka pengobatan penyakit Graves dilakukan melalui berbagai pendekatan, yaitu merusak/mengurangi massa kelenjar tiroid, menghambat produksi dan pengeluaran hormon tiroid serta mengeliminasi efek hormon tiroid di perifer, sekaligus menekan proses autoimun.
B.     Tujuan Penulisan
1.      Mampu menjelaskan tentang konsep medis pada Penyakit Grave.
2.      Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Penyakit Grave.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP DASAR MEDIS
1.      Pengetian
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830.
Penyakit graves, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah ganggguan auto imun yang bisanya ditandai dengan produksi autoantibody yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Auto antibody igG ini, yang disebut tiroid stimulating immunoglobulin, menstimulasi produksi TH, namun tidak dihammbat oleh kadar TH yang meningkat. Kadar TSH dan TH rndah karena keduanya dihambat oleh kadar TH yang tinggi. Penyebab penyakit graves tidak diketahui; akan tetapi, tampak terdapat predisposisi genetic pada penyakit autoimun.

2.      Etiologi
Penyebab penyakit grave tidak diketahui ; akan tetapi tampak predisposisi genetic pada penyakit auto imun. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama seperti postulat terjadinya diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat menyebabkan penyakit ini.

3.      Patofisiologi
Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat ( gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik

4.      Manifestasi klinis
a.       Peningkatan frekuensi jantung
b.      Peninngkatan tonus otot, tremor, iratabilitas, peningkatan sensitifitas terhadap katekolamin.
c.       Peningktan laju metabolism basal dan produksi panas, intoleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d.      Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar.
e.       Melotot
f.       Dapat terjadi eksoftalmus (penonjulan bola mata).
g.      Peningkatan frekunsi buang air besat.
h.      Gondok (biasanya), yaitu peningtan ukuran kelenjar tiroid.
i.        Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat terjadi.

5.      Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).(1,2,3)
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin.

6.      Komplikasi
a.       Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan merupakan gejalah yang terjadi pada gangguan tersebut.  Setiap individu yang mengeluhkan artmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinya gangguan tiroid.
b.      Komplikasi yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik (badai tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroidisme yang menjalani terpi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang tadak terdiagnosis hiipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F) dan apabila tidak diobati, terjadi kematian.

7.      Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.
Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi per oral.
Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi operasi adalah :
a.         Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT
b.         Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.
c.         Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.
d.        Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
e.         Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.


B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas/istirahat
o    Gejala: insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
o    Tanda: Atrofi otot.
o     
b.      Sirkulasi
o    Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina)
o    Tanda: disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
c.       Eliminasi
o    Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses (diare)
d.      Integritas ego
o    Gejala: Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik
o    Tanda: Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi
e.       Makanan / cairan
o    Gejala: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsumakan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah
o    Tanda: Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial
f.       Neurosensori
o    Tanda: Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif reflekstendon dalam (RTD)
g.      Nyeri / kenyamanan
o    Gejala: nyeri orbital, fotofobia
h.      Pernafasan
o    Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis)
i.        Keamanan
o    Gejala: tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan)
o    Tanda: suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah
j.        Seksualitas
o    Tanda: penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten

k.      Penyuluhan / pembelajaran
o    Gejala: adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadappengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yangmenyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia), trauma, pemeriksaan rontgen foto dengan kontras


Penyimmpangan KDM






2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik
c.       Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
d.      Diare berhubungan dengan bising usus hiperaktif


3.      Intervensi Keperawatan
a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien dapat n mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
kriteria hasil :
tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
Intervensi :
1)      Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan.
Perhatikan besarnya tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
2)      Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
3)      Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.
4)      Auskultasi suara jantung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.
Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
5)      Pantau EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya disritmia.
Rasional : Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dap
at membahayakan fungsi jantung atau curah jantung.
6)      Berikan cairan iv sesuai indikasi.
Rasional : Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik.
7)      Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut.


b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan dapat dicegah
Criteria Hasil:
Tidak mengalami haus yang tidak normal, memmbran mukosa lembab
Intervensi:
1)      Pantau frekuensi kehilangann cairan pasien.
R: sebagai data dassaar intuk melakukan intervvensi selanjutnya
2)      Kaji pasien adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
R: untuk mengindikasikan berlanjutnya hipovolemik dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
3)        Berikan perawatan mulut secara teratur.
R: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman dan mempertahankan membrane mukosa dari kerusakan
4)      Kolaborasi berikan cairan 0,9 % NaCl (normal salin)
R: sebagai cairan pengganti untuk mengatasi kekurangan cairan dan Natrium

c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan
Kriteria Hasil :
Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal, memiliki nilai-nilai laboratorium (misalnya: Transferin,albumin, dan elektrolit) dalam batas normal.
Intervensi :
1)        Kaji jenis makanan yang disukai pasien.
Rasional : memberikan makanan kesukaan dapat meningkatkan nafsu makan klien sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan
2)      Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
Rasional : untuk melihat keefektifan intervensi terhadap peningkatan berat badan
3)      Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Rasional :
4)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: ahli gizi dapat secara tepat menentukan zat gizi yang dibutuhkan pasien

d.      Diare berhubungan dengan bising usus hiperaktif
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan diare dapat dikendalikan atau dihilangkan dengan
Kriteria Hasil :
Mematuhi ketentuan diet untuk mengurangi diare, mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam batas normal dan terhidrasi dengan baik.
Intervensi :
1)      Pantau nilai laboratorium (Elektrolit, hitung darah lengkap) dan laporkan adanya abnormalitas.
Rasional : melihat seberapa besar cairan/elektrolit yang hilang akibat dehidrasi
2)      Timbang berat badan  pasien setiap hari.
Rasional : diaare dapat menyebabkann penurunan BB
3)      Kaji dan dokumentasikan turgor kulit dan kondisi mukosa mulut 
Rasional : sebagai indikator dehidrasi.
4)      Ajarkan pasien untuk menghindari susu, kopi,  makanan pedas dan makanan yang dapat mengiritasi saluran cerna
Rasional : menambah pengetahuan pasien agar pasien lebih kooperatif
5)      Konsultasikan pada dokter  jika tanda dan gejala diare menetap.










DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932
Noer S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. FKUI, Jakarta, 1996. Hal 766 – 72
Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta, 2005.
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG



No comments:

Post a Comment