Disalin dari: http://elearning.unej.ac.id/courses/IKU1426/document/AGD.doc?cidReq=IKU1426
- Definisi
Gas darah arteri memungkinkan
utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar
karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau
kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan
suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam
basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan data-data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat
keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat
dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
§
Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
1.
Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
2.
Sistem dapar fosfat
3.
Sistem dapar protein
4.
Sistem dapar hemoglobin
§
Mekanisme pernafasan
§
Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
1.
Reabsorpsi ion HCO3-
2.
Asidifikasi dari garam-garam dapar
3.
Sekresi ammonia
- Gangguan asam basa sederhana
Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan
memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan asam basa adalah sebagai
berikut:
Persamaan ini menekankan bahwa
perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas
normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat
basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam
darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45. berikut
ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu atau dua
komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam
dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang
sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan
peningkatan keasaman (pH) > 7,45
disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh
komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis
respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3
maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila
gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik),
sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan
asam basa campuran.
Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1. Pertama-tama perhatikan pH
(jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik
atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua
sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa
kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga
jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan
HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
2.
Perhatikan variable pernafasan (PaCO2
) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba
mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau
campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3
normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2
dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3
dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya
gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup
menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat
nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai
primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir
(gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
§
Rentang nilai normal
pH : 7,
35-7, 45
TCO2 : 23-27 mmol/L
TCO2 : 23-27 mmol/L
PCO2 :
35-45 mmHg
BE : 0 ± 2 mEq/L
BE : 0 ± 2 mEq/L
PO2 :
80-100 mmHg
Saturasi O2 : 95 % atau lebih
Saturasi O2 : 95 % atau lebih
HCO3 :
22-26 mEq/L
Klasifikasi gangguan asam basa primer dan
terkompensasi:
- Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
- Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
- Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
- Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
- Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
- Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
- Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
- Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
- Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
- Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
- Tujuan
§
Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
§
Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
§
Menilai kondisi fungsi metabolisme
tubuh
- Indikasi
§
Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
§
Pasien deangan edema pulmo
§
Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
§
Infark miokard
§
Pneumonia
§
Klien syok
§
Post pembedahan coronary arteri
baypass
§
Resusitasi cardiac arrest
§
Klien dengan perubahan status
respiratori
§
Anestesi yang terlalu lama
- Lokasi pungsi arteri
§
Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
§
Arteri brakialis
§
Arteri femoralis
§
Arteri tibialis posterior
§
Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada
alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk
mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak.
Contoh allen’s test:
Cara allen’s test:
Minta klien untuk mengepalkan
tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris,
minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi
warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam
15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan
dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan
negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
- Komplikasi
§
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
§
Perdarahan
§
Cidera syaraf
§
Spasme arteri
- Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD
§
Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika
terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga
bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
§
Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah
dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2,
sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH
dihambat oleh keasaman heparin.
§
Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup.
Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2.
Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan.
Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin
beberapa jam.
§
Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang
menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan
mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau
alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan
hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen
merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah
- Hal-hal yang perlu diperhatikan
§
Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
§
Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
§
Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,
berikan anestesi lokal
§
Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
§
Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat
darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
§
Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah
tercampur rata dan tidak membeku
§
Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
deras daripada vena)
§
Keluarkan udara dari spuit jika
sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus
§
Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
§
Segera kirim ke laboratorium ( sito )
I. Persiapan
pasien
§
Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan
§
Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit
§
Jelaskan komplikasi yang mungkin
timbul
§
Jelaskan tentang allen’s test
J. Persiapan alat
§
Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk
anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
§
Heparin
§
Yodium-povidin
§
Penutup jarum (gabus atau karet)
§
Kasa steril
§
Kapas alkohol
§
Plester dan gunting
§
Pengalas
§
Handuk kecil
§
Sarung tangan sekali pakai
§
Obat anestesi lokal jika
dibutuhkan
§
Wadah berisi es
§
Kertas label untuk nama
§
Thermometer
§
Bengkok
- Prosedur kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan
pengambilan AGD
2. Cek alat-alat yang akan
digunakan
3.
Cuci tangan
4. Beri salam dan panggil klien
sesuai dengan namanya
5.
Perkenalkan nama perawat
6. Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan pada klien
7.
Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan pada klien
untuk bertanya
9.
Tanyakan keluhan klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi
tempat tidur klien
12. Posisikan klien dengan nyaman
13. Pakai sarung tangan sekali pakai
14. Palpasi arteri radialis
15. Lakukan allen’s test
16. Hiperekstensikan pergelangan
tangan klien di atas gulungan handuk
17. Raba kembali arteri radialis
dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah
18. Desinfeksi area yang akan
dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol
19. Berikan anestesi lokal jika perlu
20. Bilas spuit ukuran 3 ml
dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin
berada dalam jarum dan spuit
21. Sambil mempalpasi arteri,
masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan
yang lain
22. Observasi adanya pulsasi
(denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri,
kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan
bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25. Buang udara yang berada
dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga
darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es
yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien
29. Beri label pada spesimen
yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen
menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika
area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat
terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32. Bereskan alat yang telah
digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah
pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38. Dokumentasikan di dalam
catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan
respon klien